MAKASSAR, FAJAR — Peran PNS akan segera terganti. Hanya di sektor tentu akan tetap diisi ke depan.
Proses pengurangan pegawai negeri sipil (PNS) akan berlangsung 5-10 tahun lagi. Salah satu alasan karena banyaknya PNS yang tidak kompeten. Secara perlahan, cara ini untuk mengurangi jumlah PNS.
Kebijakan ini juga tertuang dalam Rancangan Undang-Undang tentang perubahan atas UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). Pasal baru membahas tentang pensiun dini massal bagi PNS (ayat 5 pasal 87 draf RUU).
“Memang seperti itu. Buktinya tahun ini tidak ada penerimaan PNS, yang diterima hanya PPPK,” ujar Imran Jausi, Plt Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, Rabu, 28 Desember.
Imran tak menampik PNS akan dikurangi dan hal tersebut sudah berlangsung sejak tahun lalu. PNS yang memasuki masa pensiun tidak diganti. Selanjutnya, kebutuhan PNS baru akan diisi oleh pegawai pemerintah perjanjian kerja (PPPK).
“Jadi memang itu secara alami PNS akan berkurang. Ketika wacana PNS itu dibatasi penerimaannya dimunculkanlah PPPK atas dasar pertimbangan itu,” sambung Imran.
Bahkan, pengurangan eselon III dan IV telah berlangsung lebih awal. Sering disebut subkoordinator. “Tahun ini tidak ada lagi namanya sub kordinator, tetapi fungsional murni, sudah ada peraturannya sisa menunggu penerapannya,” ungkapnya.
Saat ini PPPK lebih didorong maju dibanding penerimaan PNS. Terkait pensiun dini massal PNS, Imran menjelaskan hal tersebut bukanlah pensiun lebih awal, tetapi pensiun pada saatnya dan ketika pensiun akan tergantikan oleh PPPK.
Artinya, posisi yang ditingalkan PNS, tak lagi diisi oleh PNS baru. Pemda pun terikat dengan dengan seluruh regulasi dari pusat terkait PNS. Jika pensiun dini dijadikan kebijakan, Sulsel pun akan menjalankannya.
“Jika sekiranya Menpan-RB ingin melaksanakan di tahun depan, sisa dilaksanakan. Kalau ditunda-tunda, ya, ditunda dulu,” tuturnya
Beban APBN
Aturan pemangkasan PNS dinilai sangat bagus. Alasannya, Indonesia saat ini telah kelebihan PNS, sehingga membebani keuangan negara. Gaji PNS bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
“Misalnya PNS itu menumpuk di pemda, sedangkan di pendidikan dan kesehatan itu mengalami kekurangan tenaga kerja,” kata Ali Armunanto, pengamat pemerintahan Universitas Hasanuddin (Unhas).
Di sisi lain, PNS menjadi pekerjaan favorit bagi masyarakat di Indonesia. Tak heran, populasi PNS sangat banyak. Hal ini sangat menyulitkan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh PNS di nusantara.
Dengan banyaknya jumlah mereka, yang terjadi PNS digaji oleh negara dengan angka minimal. Hal ini yang menimbulkan banyak korupsi, karena memang kelayakan gaji PNS tidak memadai.
“Saya rasa dengan pengurangan ini mendorong peningkatan kesejahteraan PNS, dan di sisi lain akan dibarengi dengan peningkatan profesionalisme dalam PNS,” jelas Ali.
Profesionalisme seorang PNS sangat rendah di Indonesia dikarenakan perekrutan hanya diarahkan untuk penyerapan tenaga kerja. Ini pula yang membuat kualitas PNS tidak bagus jika dibandingkan dengan pegawai BUMN.
Sebagai jalan tengah, jika pemerintah merampingkan PNS, lalu dilakukan peningkatan skill bagi yang masih dipertahankan, itu akan lebih baik. Caranya, mendorong kompetensi PNS yang dipertahankan. Pada akhirnya, akan ada peningkatan kesejahteraan PNS pada masa depan.
Di beberapa negara, seperti Australia dan Amerika, servis atau layanan sosial bukan lagi dilakukan PNS. Pekerjaan sejenis polisi, bahkan dilakukan oleh tenaga kontrak. Tiap tahun atau tiap periode, kontrak mereka dievaluasi.
“Saya rasa itu sudah diterapkan di Kementerian Ppendidikan seperti di Unhas memungkinkan menerima tenaga kontrak yang kinerja mereka berbasis kinerja, sehingga kemudian itu yang mendorong peningkatan kualitas, sehingga kalau mereka tidak berprestasi, kontraknya akan diputus,” ungkapnya
Ke depan, bisa saja semua instansi akan begitu. Unhas, misalnya, sudah berapa tahun ini tidak menerima PNS dan dosen. Yang diterima belakangan ini adalah dosen tetap non ASN yang tiap tahun dievaluasi kinerja.
Sangat bagus, jika Indonesia mampu menjadi seperti negara lain, yakni seluruh pekerja berbasis kinerja. “Itu yang kita contoh dari luar, pelayan sosial itu mereka kontrak, bahkan polisinya di sana berdasarkan kinerja,” sambung Ali.
Reformasi Birokrasi
Sebenarnya, arah reformasi birokrasi menuju pengurangan struktur. Saat ini dianggap terlalu mubazir, sehingga yang perlu di perlebar adalah fungsi. Ini akan menghemat keuangan negara dan meningkatkan kualitas PNS dalam segala hal.
“Sebenarnya memang di negara maju itu mekanisme rekrutmen ASN itu melalui PPPK, nanti setelah mereka yang sudah terbukti dan terlatih loyalitasnya terhadap negara, baru di angkat menjadi ASN,” kata Masriadi Patu, pengamat pemerintahan di Local Government Institute of Indonesia (LGII).
Pemangkasan eselon III dan IV memang sudah harus dilakukan. Jabatan itu tidak relevan dengan struktur yang banyak, sedangkan yang sebenarnya dibutuhkan adalah fungsi yang banyak.
“Dengan pemangkasan eselonisasi pada tingkat eselon III dan IV, jabatan itu akan diambil alih oleh jabatan fungsional. Ketika itu sudah masuk di RUU perubahan No 5, itu saya kira ini harus kita dukung bersama sehingga implementasinya nanti tetap berjalan sesuai yang diharapkan,” ungkap dosen STIE Wira Bhakti itu.tersebut
Beberapa begara sudah lebih banyak tenaga kontrak dibanding PNS. Tidak menutup kemungkinkan, Indonesia ke depan akan menjadi seperti itu juga. Kebijakan seperti itu bisa saja diadopsi, tanpa harus terikat dengan nilai-nilai asal pemodelan itu.
“Memang kita sudah terlalu banyak pegawai, membebani keuangan negara yang luar biasa. Artinya kita arahkan untuk peningkatan kesejahteraan dan sektoral,” sambungnya.
Sebanyak 60 persen APBN dan APBD hanya terserap untuk belanja pegawai saja. Bahkan beberapa daerah, 70-an persen APBD hanya untuk membayar PNS dan kebutuhan mereka. Yang tersalur kepada warga hanya 10 persen.
“Ini negara kita mau jadi yayasan memelihara orang yang tidak produktif. Arahnya ke situ. Jadi nantinya pengurangan jabatan agar anggaran itu masuk ke belanja modal. Belanja modal sangat menggerakkan sektor di wilayah untuk membuka lapangan kerja bagi seluruh warga negara,” urainya.
Jadi pengurangan PNS juga bukanlah soal mengehmat keuangan semata, melainkan mengalokasikan anggaran ke belanja modal. Muaranya, rakyat yang terlayani dengan uang negara, bukan hanya PNS dan pejabat.
“Kan mau pulih lebih cepat bangkit lebih kuat. Itu harus diikuti dengan kebijakan dalam manajemen ASN. Saya kira perubahan itu harus dilakukan, sehingga kita berharap ASN kita ini betul-betul profesional, produktif, dan fungsional dan tidak mengejar jabatan,” tutupnya. (cah/zuk-dir)
SELENGKAPNYA BACA KORAN FAJAR EDISI KAMIS, 29 DESEMBER 2022