English English Indonesian Indonesian
oleh

Cerita Tokek dari Wisata Air Panas Lejja, Pengalaman Tak Terlupakan

Cukup alot bincang lepas di teras baruga wisata Lejja. Gerimis petang menjadi irama alam yang cukup menyejukkan. Ide-ide segar dan inovatif pun mengalir. 

BASRI ABBAS, Soppeng

Perbincangan pada Sabtu petang, 24 Desember, itu cukup berbobot. Betapa tidak, lahirnya dari para petinggi Harian Fajar. Ada pula dari Fajar National Network (FNN).

Direktur Utama PT Media Fajar Koran yang juga Dirut PT FNN, HM Agus Salim Alwi Hamu berhasil memancing pikiran kritis dan inovatif. Terutama yang terkait langsung dengan peran media dalam mendukung pengembangan Kawasan Wisata Alam Lejja.

Menurut Agus, pengelolaan wisata alam memerlukan manajemen publikasi yang masif. Media sangat vital. Jika perlu, media mengambil peran langsung untuk menciptakan narasi-narasi kreatif dalam mem-branding kekhasan suatu kawasan wisata.

Apalagi Lejja merupakan objek wisata orisinil berupa mata air panas yang membentuk sungai kecil. Mata air yang muncul di sela bebatuan itu merupakan warisan purba, sehingga sangat menarik.

“Fajar siap mengambil peran untuk mengembangkan kawasan wisata Lejja. Teman-teman, ayo bantu Pak Jufri. Kawasan Lejja ini perlu dipertahankan kenaturalannya. Lejja punya kekhasan tersendiri. Ini perlu dipublikasikan dengan baik,” kata Agus.

Ucapan spontan Agus ini disambut antusias Direktur Utama Perusda Soppeng, Muhammad Jufri. Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Muslim Indonesia (UMI) ini langsung menyambung, “Terima kasih banyak, Pak Dirut (Agus, red) dan teman-teman Fajar semuanya.”

Jufri pun menyapa akrab Faisal Syam (Direktur Harian Fajar), Arsyad Hakim (Wadir Produksi/Pemred Harian Fajar), Ardhi Syamsu (Wadir Umum Harian Fajar), Amrullah Basri (Wapemred Harian Fajar), dan Ridwan Marzuki (Kepala Redaktur Harian Fajar).

Bincang lepas ini menjadi sharing ide yang sangat memungkinkan untuk teraplikasi pada masa depan. Apalagi hadir para struktural Harian Fajar dan FNN yang lebih banyak mengerjakan teknis. Ada Syarifah Aida (manajer bisnis), Harifuddin (Pemred FNN), Hendra Gunawan (Manajer Keuangan, Personalia, dan Umum FNN), Arman Sewang (Manajer Pemasaran Harian Fajar), serta para kepala di divisi masing-masing.

Dengan senyumnya yang akrab, Jufri lebih antusias lagi melanjutkan tentang visi pengembangan wisata sesuai perencanaan tapak (site plan) Lejja. Kata dia, apa yang dilontarkan Agus itu merupakan pengejawantahan dari visi pengelolaan wisata Lejja. Visi itu menekankan eksistensi Lejja sebagai pusat wisata Natural Healing di Kabupatern Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.         

Melalui Konsep Hot Spring Natural Healing Resort, Lejja diharapkan menjadi kawasan wisata yang tekoneksi dengan Bandara Sultan Hasanuddin dan kawasan wisata lainnya, seperti Bantimurung, Maros. Hal ini memudahkan pengunjung dari pelbagai pelosok, baik lokal, maupun mancanegara.

Ada pun aspek kenaturalan dan menciptakan narasi khas bagi Lejja, sebagaimana disarankan Agus, menjadi sharing yang dinamis. Sejarah Lejja perlu didokumentasikan. Mitos-mitos dan ritual penduduk sekitar perlu dinarasikan secara produktif. Harmonisasi alam perlu dirawat dengan baik. Semua ini penting untuk pemasaran. 

Jufri pun merespons dengan ekspresi menggebu. Sambil memperbaiki lipatan celana panjangnya, Juffri menjelaskan, ada 49 ribu pohon yang dirawat dengan baik untuk menyerap air. Ada 20 koloni monyet ciri khas Sulawesi yang dijaga kelestariannya. “Satu koloni berkisar 20 ekor,” ucap pria yang pernah bekerja di PT. Tonga Tiur Putra tersebut.

Melalui pengalaman bekerja di perusahaan internasional ekspor Indonesia tersebut, Jufri akan menggiatkan sektor UMK di kawasan Lejja. Strategi pemasarannya pun makin liar. Ia bahkan mengidekan “diskon khusus wisata Jumat”. Namun, ketika ditanya, apa hubungannya dengan hari-hari yang lain, Jufri hanya tersenyum tertahan.  

Mendengar diksi “Jumat”, Arsyad Hakim berseloroh, “Apa karena ada halus-halus di malam Jumat, ya? Ini juga ide kreatif. Hari Jumat itu bisa diisi dengan pelbagai pertunjukan tradisional. Termasuk ritual religius masyarakat sekitar. Ataukah ada makna aktivitas khusus di malam Jumat?”

Pemaknaan “Jumat” makin meluas. Tak ada kesimpulan pasti dari Jufri.  “Pokoknya, kita rancang secara bersama. Kalau perlu, gratis di malam Jumat,” Jufri mengunci dengan senyumnya yang khas. Hadirin makin penasaran, mengapa harus gratis?

Faisal Syam memecah kepanasaranan dengan melontarkan hal baru. “Pak Dirut (Agus, red) sempat menyinggung soal banyaknya tokke (tokek) di kawasan Lejja yang bisa dijadikan sesuatu yang khas. Bagaimana kalau kita memproduksi lem tokke khas Lejja?” Hadirin spontan terbahak. Sarat inspirasi. Giliran Jufri yang penasaran. (*) 

SELENGKAPNYA BACA KORAN FAJAR EDISI KAMIS, 29 DESEMBER 2022

News Feed