English English Indonesian Indonesian
oleh

Belajar dari Kasus Tarik Tambang dan Rekor MURI yang Kebablasan

OLEH: Muh. Iqbal Latief, Dosen Sosiologi/Kapuslit Opini Publik LP2M Unhas

Kasus “Tarik Tambang” yang telah terjadi Minggu (18/12) lalu, sampai kini masih menjadi perbincangan yang hangat. Adanya korban 1 (satu) orang meninggal dunia dan kurang lebih 8 orang yang luka, telah menyita perhatian publik. Nalar publik kemudian mendiskusikan, mulai dari siapa penggagasnya? Bagaimana SOP (Standar Operasi Prosedur) permainan atau olahraga Tarik tambang? Mengapa dilakukan di jalanan, bukan di lapangan atau di tepi pantai? Mengapa mesti 5.000 orang yang terlibat dalam tarik tambang dan bagaimana mitigasi risiko yang muncul? Mengapa mesti ada RT/RW yang hadir, padahal kegiatan ini bukan gawe nya RT/RW?

Itulah sebabnya, Dr. Hasrullah (dalam tulisannya di rubrik Podium Harian Fajar terbitan 21/12 berjudul “Tragedi Tarik Tambang” mempertanyakan banyak hal mulai dari mekanisme dan standar yang digunakan, pelibatan peserta yang fantastis dan tempat berlangsungnya serta keamanan peserta. Hasrullah menuturkan, permainan tarik tambang perlu dilakukan secara terukur dan terkoordinasi untuk membentuk tim. Namun yang menohok pernyataan Hasrullah, adalah jangan sampai permainan Tarik tambang menciptakan eksploitasi massa untuk kepentingan “branding personal”dan ambisi pemimpin.

Dalam logika sederhana publik, kegiatan ini memang memiliki target khusus tidak hanya sekedar permainan tarik tambang dan seremonial belaka. Dalam beritanya, harian Fajar (19/12) menuliskan bahwa target utama permainan tarik tambang tersebut adalah untuk memecahkan rekor MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai permainan tarik tambang terpanjang kurang lebih 1.540 meter dan terbanyak pesertanya yang diestimasi 5.000 orang (di lapangan tercatat 4.129 peserta). Namun apa daya, rekor MURI tersebut kebablasan karena menghasilkan korban jiwa yang tentu semua pihak tidak menghendakinya.

Menariknya, kasus ini kemudian ditindaklanjuti secara cepat oleh pihak kepolisian (Poltabes Makassar) dan secara maraton juga telah memeriksa tak kurang dari 25 saksi. Hasilnya, Kasat Reskrim Poltabes Makassar AKBP Reonald Simanjuntak kepada awak media mengungkapkan bahwa Poltrabes telah menetapkan satu tersangka dalam kasus Tarik tambang yaitu RS sebagai penanggung jawab kegiatan Tarik tambang tersebut (sumber berita : celebesmedia.id Makassar, 24 desember 2022, 19:13).

Berselang sehari, “RS” selaku ketua tim Tarik tambang membuat surat terbuka kepada media (25/12) dan telah dimuat disejumlah media on-line. RS dalam surat terbukanya menyatakan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada keluarga korban baik yang luka-luka khususnya yang meninggal dunia. “ Ini yang penting untuk kita pahami bahwa saya ditetapkan sebagai tersangka bukan sebagai pelaku. Tetapi sebagai orang yang paling bertanggungjawab, sebagai Ketua Panitia/Koordinator Tarik tambang. Saya tegaskan, ini murni kealpaan dan kelalaian saya sehingga terjadi kecelakaan. Kita positif saja dan menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran yang paling berharga khususnya bagi saya “, demikian penggalan surat terbuka RS kepad awak media yang sudah dipublis sejumlah media on-line. (sumber berita : SuaraSulsel,id, Minggu 25 Desember 2022 12:05 WIB).

Rasa Tanggung Jawab “RS”

Surat terbuka yang dituliskan “RS” kepada awak media, menjadi cerminan sikap kesatria dan tanggungjawab sebagai penyelenggara walau tanpa ada unsur kesengajaan. Tapi mungkinkah, hanya “RS” yang menampilkan sikap kesatrianya untuk berani bertanggung jawab? Bukankah “RS” hanya seorang Ketua Panitia yang tentu keputusan untuk membuat permainan tarik tambang dan upaya mengejar rekor MURI adalah keputusan kolektif dan bukan keputusan dirinya sendiri? Mengapa harus ada mobilisasi ketua RT/RW dalam kegiatan Tarik tambang, padahal bukan kegiatan Pemkot Makassar?

Nalar publik, masih akan dijejali berbilang pertanyaan. Tentu publik salut dengan sikap “RS” yang mengambil tanggungjawab atas tragedi ini. Tapi adilkah, jika “RS” hanya seorang diri ? Bukankah dalam organisasi, masih ada struktur di atas “RS” yang semestinya juga turut tanggung jawab ? Kita juga salut dengan kerja Poltabes Makassar yang responsif dan begitu cepat, telah memberikan rasa keadilan pada publik terkait kasus Tarik tambang yang seminggu terakhir ini menyita perhatian publik dan telah menjadi issu menasional bahkan membuat Komisi III DPR-RI katanya mau ke Makassar juga mengusut kasus ini. Satu hal yang pasti, Almarhumah Masyita (Ketua RT.01/RW.07 Kel. Ballaparang) telah menjadi Syuhada (mati syahid) karena meninggal dunia dalam keadaan menjalankan tugas. Al Fatihah buat almarhumah dan semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. (*)

News Feed