English English Indonesian Indonesian
oleh

14 Tersangka Kasus BPNT Belum Ditahan

FAJAR, MAKASSAR – Sebanyak 14 tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) Covid-19 dari Kemensos RI belum ditahan. Alasannya, kasusnya sampai saat ini masih terus berproses dengan agenda pemeriksaan terhadap para tersangka.

Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel, Kompol Fadli menjelaskan akan ada saat dimana para tersangka dari tiga kabupaten kabupaten yakni Sinjai, Bantaeng, dan Takalar itu akan ditahan. “Belum, ada saatnya. Kan masih proses pemeriksaan,” ujar Fadli saat dikonfirmasi terkait perkembangan kasus ini.

Mereka yang ditetapkan sebagai tersangka diantaranya AR, IN, AA, AI dari Kabupaten Sinjai, kemudian AF, Z, AM, RA dari Kabupaten Bantaeng, dan ZN, MR, RY, AM, RA, AF dari Kabupaten Takalar. Penetapan tersangka dilakukan setelah melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga menemukan hasil bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas kasus yang merugikan negara Rp20 miliar lebih.

Para tersangka masing-masing memiliki peran mulai dari koordinator daerah (korda) penyaluran bantuan, supplyer, hingga pimpinan perusahaan. “Jadi ada pimpinan perusahaan CV atau PT yang bermain dalam proses pengadaan bantuan sosial dari kementerian ini,” ujar Fadli.

Meski telah ada penempatan tersangka, namun kata Fadli tak menutup kemungkinan ada tersangka baru jika dalam pengembangan ada ditemukan bukti-bukti baru.

Apalagi dalam kasus ini sebelumnya dijelaskan bahwa penyidik sempat menaksir ada sekitar Rp100 miliar dugaan kerugian negara yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penyaluran BPNT Tahun 2020 pada 24 kabupaten/kota Provinsi di Sulsel. Namun hal itu baru perkiraan penyidik dan nilai kerugian sejatinya dikeluarkan oleh BPK.

“Ini untuk tahap pertama. Nanti setelah kita melakukan pemeriksaan tersangka tersebut ada pengembangan. Bisa saja ada penambahan tersangka,” sebutnya.
Lembaga Anti Corruption Commite (ACC) Sulawesi berharap penyidik Polda Sulsel tidak hanya menetapkan tersangka yang berperan sebatas koordinator daerah (Korda), suplaiyer, ketua KSU, dan pimpinan perusahaan.

Ia mendorong Polda Sulsel untuk menelusuri lebih jauh kasus dugaan korupsi tersebut. Terlebih lagi para pejabat yang diduga menikmati aliran dugaan korupsi tersebut.

“Penyidik harus mengusut tuntas kasus tersebut kepada semua pihak yang menikmati hasil korupsi ini. Bukan hanya karucu-karucunya (orang-orang bawah) lah istilahnya. Bukan peluncurnya saja, ini kan sistematis ini barang ini,” tegas Wakil Ketua Internal ACC Sulawesi, Anggareksa.

Ia kemudian merincikan, penyaluran BPNT pada 2020 melalui sistem e-Warung. Di mana penyaluran tersebut melalui sistem yang tersistematis.

“Misalnya Rp200 ribu, itu bisa dapat 6 bahan pokok, tapi ternyata ketika belanja itu hanya bisa dapat 4 atau 5. Kan disitu ada selisih yang didapatkan oleh e-warung tersebut. Nah ini saya kira tugas penyidik untuk menelusuri kemana aliran dana tersebut. Karena sepengetahuan kami aliran dana itu tidak mungkin dinikmati oleh pihak e-warung tersendiri. Pasti ada pihak lain,” jelasnya.

“Misalnya bagaimana terkait penunjukan e-warung, itu perlu ditelusuri apakah ada suap menyuap atau ada proses perjanjian, misalanya ada perjanjian cash back ketika dia ditunjuk jadi e-warung. Itu tugas penyidik untuk menelusuri,” tambahnya.

Olehnya, ACC Sulawesi mendorong harus melihat peran para penikmat aliran dugaan korupsi tersebut mulai dari bawah sampai ke atas (pejabat).

“Kalau saya penyidik harus melihat perannya, sejauh mana apakah dia terlibat aktif ataukah tidak, makanya pentingnya melihat bagaimana prosesnya misalkan penujukan e-warung terus bagaimana harga di e-warung tersebut, apakah ada mark-up atau tidak. Kalau ada mark-up penyidik tinggal menelusuri arahnya kemana, saya yakin tidak hanya berhenti di e-warung tersebut, pasti akan naik ke atas atau pejabat,” tandasnya. (maj)

News Feed