OLEH: Nurhidayah Tiasya Sanas, Mahasiswa Program Magister Ilmu Gizi FKM, Universitas Hasanuddin
Gangguan akibat kurang yodium (GAKY) masih merupakan salah satu masalah gizi mikro di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas 2013, Prevalensi GAKY di Indonesia mencapai 11,1%. Defisiensi Yodium menjadi penyebab timbulnya GAKY. Menurut WHO 2014, UNICEF dan International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD), kebutuhan yodium pada anak usia 0-59 per hari sebesar 90 μg, pada usia 6-12 tahun dibutuhkan 120 μg, pada usia di atas 12 tahun dibutuhkan 150 μg, sedangkan wanita hamil dan menyusui dibutuhkan jumlah yodium yang lebih tinggi yaitu sebesar 250 μg per hari.
GAKY yang paling umum terjadi di berbagai usia adalah gondok. Gondok merupakan dampak dari kurangnya iodium yang terjadi kronis. Bila jumlah kebutuhan yodium per hari ini tidak terpenuhi, maka kelenjar tiroid tidak mensintesis hormon tiroid dalam jumlah yang cukup.Penanggulangan masalah GAKY akan lebih efektif dan efisien apabila disertai pula dengan upaya untuk menghasilkan produk garam konsumsi beryodium yang bermutu sesuai dengan persyaratan Standar Nasional Indonesiaoleh para pengusaha industri garam. (Nardin & Wandira, 2020).
Penanggulangan GAKY harus dimulai dari dasar (akar masalah) perlu adanya peningkatan kualitas dan kuantitas produksi garam beryodium secara nasional. Namun, saat ini kebanyakan garam yang beredar dan di produksi merupakan garam yang tidak mengikuti standar produksi sesuai SNI. Terdapat banyak perusahaan yang hanya sekedar memberikan label “beryodium” pada kemasan namun kenyataannya saat dilakukan pengecekan atau uji coba lab tidak ditemukan kandungan yodium yang sesuai.
Mengenai fortifikasi yodium, penelitian yang dilakukan oleh sudarto mengemukakan bahwa upaya penanggulangan Gaky untuk mencapai USI (Universal Salt Iodization) yaitu meningkatkan produksi garam beryodium yang memenuhi syarat secara nasional melalui peningkatan produksi di sentra garam rakyat melalui yodisasi bergerak (mobile iodization) pada setiap pos produksi dan pemasaran daerah, peningkatan kualitas garam beryodium pada industri kecil menengah melalui revitalisasi mesin dan peralatan dan pengawasan mutu garam beryodium, peningkatan kapasitas produksi pada industri garam beryodium skala besar serta pengamanan pasokan kalium iodat (KIO3) di seluruh daerah yang memproduksi garam beryodium melalui koordinasi PT. Kimia Farma, Aprogakob (Sudarto, 2017).
Selain melalui yodisasi bergerak (mobile iodization) dan pengamanan pasokan kalium iodat (KIO3) di seluruh daerah yang memproduksi garam dalam peningkatan produksi garam beryodium, dapat juga dilakukan peningkatan pengawasan produksi garam yang sesuai dengan Standar Nasional indonesia, seperti halnya dalam penelitian yang dilakukan di Pusat Riset dan Pengembangan Badan Standardisasi Nasional yang mengemukakan bahwa perlunya pengembangan SNI terkait tata cara pemenuhan garam konsumsi dengan persyaratan kadar NaCl adbk minimal 94% yang masih belum dapat dicapai oleh banyak petani garam (Wibowo, 2021).
Rekomendasi Kebijakan
Banyaknya permasalahan yang timbul akibat kurangnya fortifikasi garam beryodium sehingga dibutuhkan sejumlah langkah kebijakan. Pertama, perlunya strategi Penanggulangan GAKY yang lebih efektif dan efisien dengan membentuk team learning (team base) di Puskesmas, dan meningkatkan koordinasi lintas sektor untuk memberikan informasi lebih luas tentang GAKY dan pentingnya konsumsi garam beryodium kepada masyarakat dan anak sekolah. Kedua, perlunya kebijakan yang mengatur bahwa setiap perusahaan garam harus memproduksi garam dengan fortifikasi iodium sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu sebesar 30-80 ppm dan pemberian sanksi bagi perusahaan yang tidak mengikuti SNI fortifikasi iodium.
Ketiga, perlu dilakukan pemantauan secara berkala oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baik terhadap kandungan iodium dalam garam maupun pelaksanaan pengolahan garam beriodium, serta meningkatkan sistem pengawasannya. Keempat, pengawasan dan pemeriksaan terhadap pemberian label “beriodium” pada kemasan garam beryodium. (*)