English English Indonesian Indonesian
oleh

Obituarium Budayawan Sulsel, Fahmi Syariff: Pulang Setelah Benih Teater Tumbuh

FAJAR, MAKASSAR-Fahmi Syariff tutup usia, Selasa, 15 November. Tokoh teater dan sutradara itu meninggalkan sejuta karya.

Fahmi dikenal sebagai sebagai tonggak dunia teater Makassar. Teman seperjuangan Fahmi Syariff merasa kehilangan sosok yang produktif di dunia teater Sulsel. Seniman dan budayawan Makassar silih berganti berdatangan ke rumah duka di Jl Toddopuli II Kecamatan Panakkukang Makassar.

Fahmi masih sempat meluncurkan buku dengan judul “Senandika” tahun ini. Fahmi divonis mengalami penyempitan paru-paru yang pada April 2022. Penyakit yang dilawan enam bulan terakhir tersebut membuatnya meninggalkan dunia teater selamanya.

Anak kelima Fahmi, Gardian Nusantara (33) mengaku didik dengan tegas. Fahmi menginginkan agar semua anaknya juga bersekolah tinggi. Terakhir, Gardian ditawari untuk melanjutkannya studinya di jenjang magister.

“Mau lanjut S2? Berapakah biayanya itu S2?” tanya Fahmi yang diulang Gardian.

Gardian mencoba tegar. Matanya berkaca-kaca sambil tersenyum tipis menceritakan sosok ayahnyanya. Hingga Fahmi sekarat masih memikirkan masa depan teater di Makassar.

“Jadi saya bilang, ‘Pak selesai-mi tugas-ta, jangan maki lagi pikir itu. Biar-mi adek-adek-ta, junior-junior-ta yang perjuangkan. Selesai maki kita, jangan maki kita pikir itu’,” cerita Gardian.

Gardian mencoba menyimpulkan bahwa sang ayah masih memiliki sesuatu yang harus dikerjakan dan belum tuntas hingga saat ini karena selalu berbicara tentang teater Makassar.

“Selalu begitu, jadi memang dia tidak sesuai apa yang dia inginkan,” ucap lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta ini.

Fahmi Syariff juga pernah menjadi dosen Sastra Indonesia dengan mengampu mata kuliah drama dan teater di Universitas Hasanuddin. Salah satu mahasiswanya, M Nawir, mengaku sosok Fahmi merupakan dosen yang tegas dan tak pandang bulu terkait kedisiplinan. Nawir tertarik dengan dunia teater karena dosennya itu.

“Saya mengenal pelajaran seni dan teater dari dia di kelas, kemudian diajak juga gabung di kelompok studi sastra di teater,” ucap Nawir.

Yang membekas di benak Nawir saat teringat sosok Fahmi. Ia selalu mengingat sepotong kalimatnya. “Dalam mimpi pun saya berteater,” tegas Nawir mengutip perkataan Fahmi.

Fahmi terakhir menyutradarai naskah Maddi Daeng Ri Makka yang pentas di Jeneponto dan Trans Studio Mall pada 2018. Hal ini diceritakan teman seperjuangannya, Arman Yunus.

Sejak mahasiswa, Fahmi mengambil Jurusan Seni Teater hingga menjadi dosen teater. “Kita kehilangan betul. Sangat kehilangan sosok karena dia orangnya produktif membuat naskah, menyutradarai, dan mengajar,” ucap Arman.

“Almarhum dulu itu ketua, sekarang naik menjadi anggota majelis pertimbangan Dewan Kesenian Makassar,” ucap Arman Yunus yang juga Kepala Sekretariat Dewan Kesenian Makassar.

Arman pertama kali bertemu dengan Fahmi pada 1967. Hal yang paling berkesan saat Arman dan Fahmi sering keluar daerah untuk pentas kesenian

“Ke Jawa, ke Solo, ke Jogja untuk pentas sekitar tahun 80-an. Terakhir itu saya ke Jakarta sama-sama tahun 2011 untuk pentas, almarhum sebagai sutradara saya sebagai pemain,” kata Arman.

Begitu pun Hasan Kuba yang merupakan sahabat dekat Fahmi. Gayanya sebagai sutradara tegas. Kalau Fahmi marah dan ingin mengganti aktor, tentu diganti. (ams/zuk-dir)

News Feed