English English Indonesian Indonesian
oleh

Pameran Kontemporer Benda Pusaka, Biar Orang Tahu Ada Nilai dalam Badik

Merawat benda pusaka. Pameran pun dibuat sebagai edukasi kepada generasi.

DEWI SARTIKA MAHMUD
Benteng Rotterdam

Badik lompobattang, Badik Campagayya, Badik Panjarungan berjejer rapi dalam etalase kaca dalam pameran Kontemporer Benda Pusaka, di Benteng Rotterdam, Senin, 24 Oktober. Bentuk dan ukurannya berbeda-beda, dari gagang, sarung serta besarnya pada bagian tengah. Badik-badik ini milik beberapa komunitas dan lembaga Seni Adat Pemerhati Pusaka Se Sulawesi Selatan Sulawesi Barat. Bahkan benda pusaka koleksi pribadi.

Ada badiknya dibuat sendiri, hingga ada yang didapatnya dari nenek moyang terdahulu dan sudah turun temurun. “Cara membuatnya juga tak sembarang harus sesuai dengan sara’ dan niatnya,”tutur salah seorang pemilik badik dari Komunitas Lipang Bajeng, Kabupaten Gowa Arfan.

Ia menjelaskan jika senjata pusaka julukannya beda-beda. Orang Makassar menyebutnya badik, sedang untuk orang Bugis Bone menyebutnya Kawali.

Dahulu kala, setiap bentuk senjata pusaka ini dibuat dengan diberi lekukan berbeda. Lekukannya ganjil yakni lekukannya tiga, lima, tujuh atau sembilan. Mengapa? Semakin tinggi derajat sseseorang dahulu maka semakin banyak lekukannya.

“Nah jadi itu maknanya, inilah yang kami jelaskan pada gelaran pameran temporer dalam daerah museum Lagaligo ,”tambah Arfan.

Pria bertubuh tinggi tersebut menjelaskan jika tujuan pameran ini selain memperkenalkan dan melestarikan benda pusaka, ia juga ingin orang-orang tahu bahwa badik atau kawali bukan senjata negatif.

Banyak yang mengira badik adalah senjata tajam berbahaya yang dipakai untuk kekerasan. Namun, dari beberapa pengetahuan, ada jenis badik yang bisa dipakai sara’ berdagang, melamar, dan menanam padi.

Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulsel, Devo Khaddafi mengatakan, pameran benda pusaka tersebut, salah satu bentuk pelestarian budaya. “Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel beserta komunitas pemerhati benda pusaka akan terus menjaga pameran seperti ini,” tuturnya.

Sebab melalui pameran, akan terlihat kebesaran budaya, adat istiadat serta perkenalan benda pusaka yang ada di Indonesia. “Kita berharap dari benda pusaka yang dipamerkan ini, menjadi semacam jendela melihat masa lalu kita seperti apa. Kita juga berharap melalui pameran ini generasi milenial lebih mengenal benda peninggalan kebudayaan,” jelasnya.

Devo mengatakan, saat ini rutin melakukan pameran-pameran yang menarik dan melibatkan banyak orang, salah satu terobosan baru agar masyarakat juga tertarik ke museum. “Nah lewat pameran badik ini, saya yakin menjangkau kalangan tua hingga muda,” ungkapnya.

Kepala UPT Museum dan Taman Budaya, Zakiyah Assegaf mengatakan ada tujuh komunitas yang berasal dari 24 kabupaten/ Kota di Sulsel dan juga ada dari Sulbar serta Kalimantan dan Jawa Timur yang ikut memamerkan benda pusakanya.

“Kami perkirakan ada ribuan badik, keris, dan kawali yang dipamerkan. Sebab satu komunitas membawa lebih dari 20-an badik,” tuturnya. Pameran tersebut akan berlangsung hingga 26 Oktober dan juga masih rangkaian peringatan HUT ke-353 Sulsel dan Hari Museum. (*/)

News Feed