English English Indonesian Indonesian
oleh

Pemprov Sulsel Mau Ambil Alih Tambang Vale, Ini Alasannya yang Bikin Hati Miris

MAKASSAR, FAJAR — Ada peluang Pemprov Sulsel mengelola tambang PT Vale Indonesia. Itu jika perusahaan asing itu tak diberi izin lanjutan.

Sejauh ini, kontribusi terhadap Sulsel dianggap sangat minim. Atas alasan itu, Pemprov Sulsel tak menyetujui perpanjangan konsesi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Vale Indonesia Tbk.

Analis ekonomi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Syamsuri Rahim memandang penolakan pemprov memperpanjang konsesi IUPK PT Vale memiliki tujuan. Sulsel ingin bekas tambang PT Vale nanti dikelola BUMD atau Perusda.

Pemerintah daerah punya harapan tinggi atas wilayah tambang nikel itu. Jika dikelola sendiri, bisa berkontribusi lebih banyak bagi Sulsel dan Luwu Timur dalam menopang perekonomian daerah.

Jika pemprov bisa mengendalikan pengelolaan tambang tersebut, diharapkan bisa mendongkrak ekonomi Sulsel. “Keuntungan itulah diharapkan oleh pemerintah daerah, makanya mereka berencana mengelola sendiri,” urai Syamsuri, dilansir koran FAJAR edisi Jumat, 9 September 2022.

Soal kewenangan pemda, dalam Peraturan Kementerian ESDM No 7 Tahun 2020 dijelaskan bahwa rekomendasi gubernur dan bupati/wali kota diperlukan atas IUPK. Artinya, pemda bisa memilih tak memberi rekomendasi.

“Jadi saya kira pemerintah punya peluang untuk mengambil alih pengelolaan jika konsesi IUPK itu berakhir,” bebernya. Izin perusahaan yang dahulu bernama PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) itu akan berakhir pada 28 Desember 2025.

Tiga tahun ke depan, pemprov bisa saja mengelolanya melalui BUMD. Hal itu dibolehkan dalam Peraturan Kementerian ESDM. “Saya kira langkah penolakan itu sangat logis. Jika pemprov yang mengelola, pasti kontribusinya juga besar untuk daerah,” terang pria kelahiran Pinrang ini.

Alumni Doktoral Universitas Brawijaya ini mengatakan jika serius, pemprov harus memperjuangkannya di pusat. Narasi yang dibangun adalah pengelolaan tambang diambil alih agar bisa dinikmati masyarakat daerah.

“Yang selama ini memang kita melihat belum pernah orang Sulsel menjadi top manajemen di perusahaan tersebut,” kata mantan Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMI ini.

Tidak hanya itu, seharusnya tambang yang ada di daerah memiliki konstribusi atas pembangunan daerah. Sekaligus mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Sudah saatnya pemprov mengelola sendiri dengan BUMD, karena ini sudah begitu lama dikelola PMA (penanam modal asing). Kapan lagi kalau bukan sekarang kita ambil pengelolaan. Kita juga punya SDM,” imbuhnya.

Pemprov punya kewenangan dalam rekomendasi sehingga beralasan bisa merebut pengelolaan di wilayah bekas konsesi Vale kelak.

“Kalau masalah tenaga kerjanya, saya kira itu tetap bisa dipakai meski diambil alih. Karena mereka punya pengalaman dan itu kewenangan nanti yang kelola jika memang BUMD pemprov yang ambil usaha tambang tersebut,” terangnya.

Sikap Senayan

Anggota Komisi VII DPR RI asal Sulsel La Tinro La Tunrung menurunkan pihaknya masih butuh penjelasan lebih lanjut terkait alasan penolakan perpanjang izin Vale. “Mungkin ada rencana pemprov yang lebih baik, cuma kita tidak ketahui,” katanya.

Terkait untung rugi bagi Sulsel ketika diambil alih, anggota Fraksi Gerindra itu mengatakan, bergantung arah rencana pemprov jika tidak diperpanjang.

Anggota Komisi VII DPR RI Andi Ridwan Wittiri menuturkan luas lahan di wilayah itu terbagi atas 70 ribu hektare di Sulsel, 24 ribu hektare di Sultra, dan 22 ribu hektare di Sulteng.

Hal itu perlu diskusikan apakah bisa atau memungkinkan untuk tidak diperpanjang. Kalau diperpanjang, mesti diatur soal konsesi lintas pemda.

“Yang mereka tidak kelola itu diwujudkan untuk usaha masyarakat BUMN dan lainnya atau wilayah ormas,” ucapnya.

Anggota Fraksi PDIP itu mengatakan hal lain yang perlu menjadi pertimbangan adalah hanya dua persen dari royal palace penjualan nikel yang didapat pajak ekspornya. Yang lain tidak didapat.

“Dan kalau juga yang perlu kita tahu bahwa kalau diperpanjang sekarang, manfaat buat masyarakat itu apa,” tuturnya.

“Jadi untuk perpanjangan izin dari PT Vale ini perlu kita diskusikan, apakah kita tidak perpanjang semuanya atau ada hal lain yang kita perpanjang sesuai dengan kebutuhannya,” urai Ketua PDIP Sulsel itu.

Alasan Sudirman

Kemarin, Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menghadiri rapat Panja Komisi VII DPR bersama dengan Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Mineral (ESDM). Gubernur Sultra dan Sulteng juga hadir.

Sudirman merinci, berdasarkan catatan yang diperolehnya areal kontrak karya PT Vale Indonesia seluas 70.923,74 hektare. “Kalau ada perbedaan mungkin karena akses kami untuk di sistem pertambangan mereka ini (PT Vale, red) itu limited acces, sehingga kami sampaikan yang kami ketahui,” jelasnya.

Kontribusi Vale hanya 1,98 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulsel pada 2021. Nominal itu masih minim. Sudirman membandingkan dengan peneriman PAD Sulsel yang berasal dari pajak kendaraan bermotor yang berkontribusi sekitar 50 sampai 60 persen.

“Mereka tidak meminjam lahan, mereka tidak sewa lahan, hanya melewati jalan yang kita bangun,” bebernya.

Untuk penyewaan lahan dari PT Vale Indonesia, Sulsel memperoleh sekitar Rp1,3 miliar per tahun dengan menguasai 70 ribu hektare. Dengan nilai itu, sama dengan Rp60 ribu per hektare.

Vale juga belum menyelesaikan persoalan kelebihan dari ketentuan nilai ambang batas kadar chrom hexafalen yang bersifat toxic atau racun dengan sistem yang sesuai penggunaan kawasan hutan.

Selain itu, belum dilaksanakan reklamasi permanen dengan cara revegetasi pada areal konservasi atau area daerah main out yang kondisinya sekarang masih ditanami rumput gajah atau uraso.

Juga belum ada upaya restorasi atau penataan wilayah infrastruktur, seperti sisi jalan yang menghubungkan Petea hingga Bahodopi. Vale perlu mengatasi emisi buang dari tanur yang dikeluhkan oleh petani terhadap buangan dari dryer.

“Kalau kita kunjungi di sana beberapa rumah-rumah di desa itu tertutupi oleh debu. Mereka ini bagus, dapat. Debunya aja yang kita ini,” bebernya.

Terakhir, belum ada titik temu penyelesaian sengketa terhadap komplain masyarakat adat terhadap lahan yang dikuasai Vale.

“Kita ingin konsesi eks tambang Vale di Sorowako bisa diserahkan ke BUMD. Pemprov Sulsel dan Pemkab Luwu Timur sudah waktunya tidak hanya jadi penonton,” jelasnya.

FAJAR berupaya meminta penjelasan pihak Vale. Hanya saja, Head of Communications PT Vale Indonesia, Bayu Aji belum ada tanggapan. (sae-eds/zuk-dir)

SELENGKAPNYA BACA KORAN FAJAR EDISI JUMAT, 9 SEPTEMBER 2022

News Feed