English English Indonesian Indonesian
oleh

Perilaku Melawan Peradaban

OLEH: HasrullaH, Dosen FISIP Unhas

TERNYATA kebijakan perkeretaapian di Sulsel sudah selesai dan final. Teks kebijakan telah disampaikan di DPR RI, seperti yang dituturkan Wakil Ketua Komisi V, Andi Iwan Darmawan tentang pijakan hukum yang mendasari kereta api proyek untuk rakyat Sulsel.

Pentingnya semua pihak memahami regulasi pembangunan infrastruktur khususnya jalur kereta api Makassar-Parepare. Terlebih lagi masalah proyek kereta api sudah jelas pijakan hukumnya mulai dari Perpres RI Nomor 3 Tahun 2016. Bahkan Andi Iwan menegaskan, hanya Menteri Perhubungan yang mempunyai kewenangan menentukan kriteria teknis, bukan pejabat pemerintah daerah. Tugas Pemda hanya menangani ranah penyediaan/pembebasan lahan.

Apa yang disampaikan Wali Kota Makassar terhadap proses dan protes pembebasan lahan, argumen itu salah alamat atau sengaja menghalangi dan menggagalkan proyek kereta api yang didambakan oleh masyarakat.

Hanya saja, informasi yang beredar di opini publik dan menjadi pembicaraan hangat di kalangan legislatif bahwa di balik polemik ini apa ada kepentingan pemilik tanah sekelas cukong Pilkada yang dilindungi. Kalau yang dipersoalkan (rel laying), maka tanah yang dilintasi jalur kereta api tidak berkurang nilai ekonomisnya. Jika rumor ini telah menjadi gurih dan informasi yang beredar ini menimbulkan pepesan kosong yang dilintasi rel kereta api?

Kengototan pemerintah kota Makassar dengan segala argumen menolak prospek kereta api, makin menimbulkan stamina negatif, ternyata ada “udang di balik batu” jangan  sampai protes yang menolak ternyata ada maksud busuk menggagalkan proyek kereta api.

Sebagai wali kota perlu berkaca diri, anda berhadapan dengan pemerintah pusat dan khusus lagi rakyat Sulsel ada wali kota mempunyai pikiran “kajili-jili” bahkan cenderung arogan (meminjam terminologi Iqbal Latif) yang menganggap diri paling benar dan berkuasa. Itu artinya betapa pikiran yang bersebelahan akan berakhir bahwa sosok pemerintah Makassar tidak berpikir yang penting tolak.

Sementara itu, Luhut Binsar Panjaitan selaku pemerintah atau pejabat pusat lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi perkeretaapian yang didambakan rakyat di daerah ini. Coba lihat pernyataan Luhut sebagai berikut: “Beliau meminta tidak perlu ada pertentangan mengenai desain rel kereta api”. Maka, penjelasan yang kita amati mulai dari Peraturan Presiden dan Menteri Perhubungan sudah jelas sekali Wali Kota Makassar, cenderung berpikir menolak dan yang penting protes dahulu. Kesan ini mencerminkan Wali Kota Makassar yang selera berbicara Makassar kota dunia, sementara alat transportasi kereta api sudah menjadi moda transportasi kota hingga transportasi dunia seperti RRC membangun kereta api yang menghubungkan kota-kota Tiongkok dengan kota-kota dunia yang berada di benua Eropa.

Apalagi Kota Makassar sejak tahun 1884 telah memiliki jalur kereta api antara Pasar Kalimbu-Pa’baeng-Baeng menghubungkan hingga kota Takalar. Akhirnya kita berpikir, apa yang ada di pikiran wali kota sangat bertentangan dengan naskah peraturan yang ada di Perpres, kebijakan Menteri Perhubungan, wakil rakyat di DPR RI, opini publik, terlebih lagi rakyat Sulsel sudah menginginkan transportasi kereta api. Adanya protes keras dari wali kota telah menunjukkan sikap dan perilaku telah melawan peradaban. Why not? (*)

News Feed