English English Indonesian Indonesian
oleh

Blunder Intelektual Pejabat Universitas dan Pentingnya Kecerdasan Literasi

OLEH: Ulla Mappatang, Alumni Fakultas Sastra Unhas

Alarm literasi di kampus merah Universitas Hasanuddin (UNHAS) sedang berbunyi. Nyaring sekali. Di sana telah sedang dipertontonkan kedunguan pejabat Universitas di hadapan mahasiswanya. Nampak, bukan hanya pengetahuan sang pejabat yang tampak minus, namun juga sikap dan tindakannya pun tak menunjukkan pemandangan elok kaum cendikia.

Di Fakultas penghasil nama besar Professor Baharuddin Lopa, keangkuhan pejabat itu dipertontonkan. Lengkap dengan sikap otoriter yang menyertainya. Sangat disayangkan, tindakan itu sungguh memalukan dan kelihatan konyol sekali di hadapan kewarasan intelektual.

Alih-alih mengurusi bagaimana memcerdaskan dan menebalkan kapasitas intelektual (keilmuan) mahasiswanya , justru oknum pejabat (kampus) malah sibuk menertibkan urusan pilihan jender seseorang. Apakah kampus telah berubah menjadi lembaga pengurus “ketertiban moral”?

**

Di grup- grup Whatsapp Alumni Unhas, peristiwa ini ramai dibincangkan. Pro dan kontra hadir. Itu biasa dalam alam demokrasi, apatahlagi di kalangan cerdik pandai sekaliber alumni – alumni Unhas. Kecerdasan dan intelektualitas mestinya menjadi terdepan.

Apa yang menjadi titik dasar dari peristiwa “pengusiran” Mahasiswa yang mendaku ber-gender netral tersebut adalah sikap congkak dan ketidakpahaman (untuk tidak bilang kerendahan literasi jender) sang pejabat. Membedakan antara gender dan sex (jenis kelamin) saja sepertinya tidak dipahami dengan baik. Bahwa jenis kelamin adalah persoalan biologis, dan jender adalah persoalan sosial kultural. Laki – laki dan perempuan adalah jenis kelamin biologis, sementara feminin dan maskulin adalah “jenis kelamin” sosial-kultural (Alwy Rachman, Demarkasi Jender, 2009). Itu dulu yang perlu jelas di awal, dimana sang pejabat seperti begitu kelimpungan untuk membedakannya.

News Feed