English English Indonesian Indonesian
oleh

Blunder Intelektual Pejabat Universitas dan Pentingnya Kecerdasan Literasi

Di perbincangan ringan Whatsapp, penulis menerima beberapa respon menarik dari para alumni. Dari para senior, katakanlah begitu. Salah satu yang menarik adalah bahwa di Unhas, sepertinya ada fenomena para dosen, khususnya dosen muda, lebih senang memburu jabatan ketimbang ilmu pengetahuan. Celakanya, para pemburu jabatan ini, nampaknya menyepelekan kapasitas literasi sebagai bekal utamanya menduduki sebuah jabatan. Konsekuensinya, posisi jabatan lebih menjadi alat tirani yang menindas ketimbang jalan untuk mengabdi dan mencerdaskan. Ditambah lagi, jabatan yang berhasil didapatkan itu menjadi dasar kesombongan untuk merepresi yang lemah dan liyan. Celaka sekali.

Padahal, kapasitas literasi sesungguhnya bukanlah urusan kaleng-kaleng, yang bisa seenaknya diabaikan oleh mereka yang senang berburu jabatan dan kuasa. Literasi bukan soal pemberantasan buta huruf sahaja, bukan pula soal rajin membaca lalu pandai menulis semata. Tidak sesederhana itu. Kapasitas literasi adalah soal kemampuan membaca kebudayaan yang telah dan tengah berkembang di masyarakat (Alwy Rachman, Bangsa adalah Literasi, 2016) . Termasuk, kemampuan membaca budaya anak muda kekinian. Kemampuan membaca gerak zaman kebudayaan dan kesiapan dibaca oleh perjumpaan peradaban adalah substansi dari literasi. Pendeknya, kemampuan membaca dan kesiapan dibaca oleh zaman adalah kuncinya.

**

“Mengusir” dan atau “mengamankan” Mahasiswa atas alasan apapun, termasuk karena persoalan jender, bukanlah petanda dari “kecerdasan literasi” seorang pejabat Universitas. Melainkan, pertontonan kedunguan sebagai hasil dari rendahnya literasi sang pejabat. Sebuah Universitas berikut sivitas akademika dan alumninya pantas berbelasungkawa atas kejadian demikian, apatahlagi kampus sekelas Universitas Hasanuddin yang dikenal khalayak sebagai institusi Perguruan Tinggi di tataran top Universitas negeri ini.

News Feed