FAJAR, MAROS-Sejak KKN Mahasiswa di Desa Penari tayang di layar kaca, begitu banyak spekulasi yang lahir. Hal-hal mistis kerap melintas di pikiran. Namun, semuanya terkubur dengan kearifan lokal dan keindahan alam yang disuguhkan di Desa Bonto Manurung, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros.
Tenang. Begitulah perasaan Muh Fauzan Azim Siddiq, Akram Fahmi Shahab Sain, Hikma Yanti, Bashariah, Aulia Dwi Ramadhani, Ridwan, Annisa Damayanti Syarif, Rezky Amalia, dan Chairunnisa Nurul Qalbi, saat tiba di Desa Bonto Manurung, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Maros, Selasa, 28 Juni 2022.
Tak ada rasa cemas di hati mereka. Sawah dan ladang tumbuh subur di bawah kaki gunung, pepohonan besar yang tumbuh tegap membuat para Mahasiswa KKN Unhas ini takjub. Tak ingin kehilangan momen menikmati keindahan alam dan udara sejuk yang terus menerpa kulit. Nyaman sekali.
Camat Tompobulu, Yusriadi Arief, melempar senyum. Terlihat sangat memahami perasaan para mahasiswa KKN. Makanya, dia berpesan agar kehadiran Muh Fauzan bersama rekannya mampu membangun kolaborasi untuk membangun desa. Meski waktunya sangat singkat. Hanya dua bulan.
“Kita harus mampu membuka diri untuk kesejahteraan di desa ini. Dengan mengembangkan potensi wisata dan mampu membuat konsep paket wisata yang baik. Sehingga nantinya akan di tawarkan pada masyarakat luas,” kata Yusriadi Arief saat menerima Mahasiswa KKN Unhas.
Muh Fauzan selaku Koordinator Desa KKN Unhas menganggukkan kepala. Isyarat telah mengerti apa yang dimaksud Yusriadi Arief yang juga menjabat sebagai Plt Kepala Desa Bonto Manurung. Di kepala sudah ada beberapa konsep yang akan dikerja selam mengabdi di masyarakat.
Selama berada di Desa, Mahasiswa KKN Unhas tinggal di kediaman Dg Besse. Ada anak kembar DG Besse, Nur Indah Sari dan Nur Inna Sari yang menemani di rumah itu. Sekaligus menjadi pendamping untuk mengenal desa.
Dari informasi yang dikumpulkan, Desa Bonto Manurung memiliki objek wisata permandian alam. Air Terjun Pung Bunga. Ketinggiannya sekitar 20 meter tersusun atas dua tingkat. Di bawahnya memiliki kolam alami seperti mangkuk, dengan kedalaman 15-20 meter.
Dari hulu aliran sungai Monrolo, air terjun ini berada pada urutan ke lima. Jarak tempuh dari Pusat Kita Makassar, sekitar 40 kilometer, atau kurang lebih 37 km dari arah timur pusat kota kabupaten Maros. Akses jalanan menuju lokasi wisata juga sudah bagus. Sudah aspal hotmix.
Selain itu, lokasinya cukup dekat dengan pemukiman masyarakat setempat dan pasar Bonto Manurung. Artinya, sangat strategis untuk dikunjungi para wisatawan yang ingin menghabiskan waktu libur.
Karena tempat wisata ini belum begitu dikenal. Muh Fauzan membuat program pembuatan rambu menuju tempat wisata, hingga pembuatan profil air terjun. Termasuk membuat majalah profil desa, pembuatan video profil desa, dan sosialisasi UMKM dan sadar wisata.
“Alhamdulillah, semua program sudah terlaksana. Semoga apa yang dilakukan bisa berdampak positif terhadap pembangunan desa,” kata Muh Fauzan.
Jika wisatawan datang diwaktu musim panen, masyarakat akan menunjukkan sebuah tradisi pesta panen sebagai bentuk syukur dan gotong royong yang begitu menakjubkan. Termasuk menunjukkan permainan tradisional yang disebut Silaja. Permainan saling hantam kaki (bagian betis).
Pada tradisi pesta rakyat yang disaksikan, semua masyarakat di desa Bonto Manurung dan desa tetangga seperti desa Bonto Somba, menyiapkan makanan di rumah untuk disantap bersama-sama di atas gunung. Namun, acara dipimpin oleh tokoh masyarakat.
Ritual dipimpin para tokoh masyarakat sambil merapal doa dengan khidmat. Setelah ritual tersebut dilaksanakan maka selanjutnya adalah acara makan. Masyarakat dan pengunjung yang datang antusias menyantap makanan yang telah disediakan, sambil bercerita dan tertawa bersama.
Setelah itu, permainan Silaja dimainkan dengan aturan dua lawan dua. Di mana, dua orang memasang betis dengan sejajar.
Dua orang lainya bergantian menendang. Begitu pun sebaliknya. maksimal menendang hanya dua kali tidak boleh lebih, dan yang boleh saling adu adalah seumuran. Tradisi ini dilakukan hanya sekedar hiburan semata, dengan tradisi Silaja’ ini mampu mendatangkan banyak wisatawan pada hari pesta panen. Sungguh kebersamaan yang luar biasa.
Ingin rasanya tinggal, belajar, dan berbuat lebih banyak lagi di Desa Bonto Manurung. Namun, tugas pengabdian di masyarakat sudah harus berakhir 20 Agustus. Masih ada tugas di kampus yang harus dituntaskan. (rls-ans/*)