English English Indonesian Indonesian
oleh

KA Sulsel, Simbol Kemajuan Peradaban

(tanggapan tulisan Hasrullah)

OLEH: Muh. Iqbal Latief, Dosen Sosiologi FISIP Unhas

Membaca tulisan Dr Hasrullah pakar komunikasi Unhas dalam rubrik Podium, Harian FAJAR Rabu (10/8), tentang kisruh pembangunan Kereta Api (KA) di Sulsel – sangat sarkastis menohok kebijakan Wali Kota Makassar Danny Pomanto (DP) yang terkesan menghalang-halangi keberlanjutan pembangunan KA Sulsel sampai ke Makassar.

Tulisan Hasrullah yang bertitel “Wali Kota: Polemik Lagi?”, terkesan sangat menyayangkan sikap Wali Kota DP yang tidak ingin KA Sulsel tembus ke Makassar dengan menggunakan jalur darat (at grade). Danny malah ngotot dengan penggunaan rel layang (elevated), karena desain KA Sulsel tersebut melanggar tata ruang kota dan Perda No.4 tahun 2015 tentang Tata Ruang Kota Makassar. Padahal Pemprov Sulsel telah membuat Surat Keputusan (SK) Penetapan Lokasi Pembangunan  Rel KA  untuk segmen E Maros – Makassar. Artinya, proses pembangunan KA Maros ke Makassar tidak boleh tertunda karena alasan teknis. Apalagi legislator (DPRD) Makassar pada pemberitaan media massa beberapa waktu lalu, sudah mewanti-wanti agar proses pembebasan lahan untuk KA dari  Maros  ke Makassar, harus segera diselesaikan.

“Sudah tersedia dana pembebasan lahan Rp1,2 triliun, kalau tidak dimanfaatkan hanya karena masalah administratif teknis, bisa saja dana tersebut ditarik kembali ke pusat. Kalau ditarik dana tersebut, maka tidak ada jaminan akan dianggarkan kembali pada tahun 2023, 2024 atau 2025. Lantas, siapa yang rugi?”, demikian Ketua DPRD Makassar Rudianto Lallo SH pada penjelasannya yang dikutip media massa.

Karena itu, polemik antara Wali Kota DP dan Gubernur Sulsel A. Sudirman Sulaiman sebagaimana yang dilansir media massa beberapa hari belakangan ini, mengesankan adanya komunikasi yang “terputus”. Apalagi dari perspektif sosiologis, fenomena ini sangat tidak elok karena akan membuat masyarakat bingung bahkan bisa jadi muak melihat tingkah pemimpinnya yang mempertahankan arogansinya.

Jika merunut ke belakang, harus dipahami bahwa impian untuk memperoleh moda transportasi Kereta Api, sudah menjadi rindu yang tak tertahankan dan bersemayam di setiap hati masyarakat Sulsel. Perjuangan ini, bukan hal yang main-main karena studi kelayakan pembangunan KA Sulsel sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Nanti tahun 2015, pembangunan konstruksinya baru dimulai. Anggaran yang dialokasikan juga sedikit, sejumlah Rp8 Triliun yang semuanya dari dana masyarakat (APBN). Masa penantian 14 tahun ini, memunculkan secercah harapan. Proses pembangunan rel KA juga sudah berlangsung lebih kurang 7 tahun dan kini tinggal menembuskan ke Makassar. Kalau membaca desain besar penyelesaiaan pembangunan KA Sulsel, maka diharapkan tahun 2024 –masyarakat Sulsel menikmati berkereta api dari Makassar ke Parepare.

Harus juga dipahami bahwa, kehadiran KA di Sulsel adalah bentuk lain dari munculnya peradaban baru di Sulsel. Karena itu, tidak berlebihan jika KA Sulsel adalah simbol kemajuan peradaban masyarakat Sulsel dan Kawasan Timur Indonesia. Apalagi dalam sejarah transportasi di Indonesia, kita masih relatif terkebelakang. Kereta Api sudah berpuluh tahun menjadi transportasi yang digemari masyarakat di Pulau Jawa dan Sumatera, dan telah menjadi bagian dari kemajuan dan peradaban rakyat di Jawa dan Sumatera. Di Jawa, sudah terhampar rel (bantalan) KA sepanjang 6.324 kilometer dan di Sumatera sepanjang 1.835 kilometer (data Ditjen Perkeretaapian Kemenhub).

Kalau kemudian, ada upaya untuk mengembangkan kereta api di Pulau Sulawesi dan Sulsel menjadi daerah utama pengembangan, maka sudah selayaknya semua kita harus memberi dukungan. Karena KA Sulsel adalah cikal bakal KA trans Sulawesi yang direncanakan sepanjang 1.772 kilometer (Sulsel, Sulbar, Gorontalo, dan Sulut). Jangan lagi seperti yang diungkapkan Hasrullah, para pemimpin mempertontonkan sikap egois dan tidak mampu bekerja sama untuk menyelesaikan kepentingan publik.

Jadi harapan publik, wali kota Makassar harus mau berdialog untuk kepentingan masyarakat yang lebih besar. Lupakan rel elevated karena biayanya sangat mahal, beri kesempatan masyarakat Sulsel bergembira dengan hadirnya KA sebagai simbol kemajuan peradaban. Tentu, Wali Kota Makassar tidak ingin dicap sebagai pemimpin yang anti kemajuan peradaban atau tidak paham peradaban. Semoga !!! (*)  

News Feed