Siapa yang tidak kenal Sun Go Kong alias Kera Sakti, yang filmnya diuang-ulang hingga film terakhir “Monkey King Reborn” yang diputar tahun 2021. Sun Go Kong dikenal sebagai raja Kera usil pernah membuat marah sang Buddha karena kelakuanya yang kelewatan nakalnya. Semua lantaran ia mengacau kahyangan, jadi sang Buddha marah dan menindihnya dengan telapak Buddha, serta menghukumnya selama 500 tahun. Sekarang kenakalan Sang Raja Kera Sakti datang dalam bentuk wabah yang menggunangkan dunia. Wabah “cacar Monyet”. Belum masyarakat dunia dapat bernapas lega, walaupun masih dihantui wabah Covid-19 yang betul-betul hilang, kembali adrenalin kita mulai lagi dipacu.
Kita dikejutkan laporan WHO tentang adanya kasus penyakit cacar monyet (monkeypox) dari negara non endemis. Saat ini cacar monyet dilaporkan telah meluas ke 12 negara non endemis yang berada di 3 regional WHO, yaitu regional Eropa, Amerika, dan Western Pacific. Hal ini tentu saja membuat para pemangku kebijakan di bidang kesehatan di seluruh dunia menjadi waspada. Baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan cacar monyet sudah ada di 75 negara dengan lebih dari 17 ribu kasus.
Monyet menjadi penyebaran penyakit tidak hanya dalam bentuk cacar (seperti cacar umumhnya). Sebelumnnya bangsa kera diketahui juga menjadi sumber penyakit AIDS lewat virus HIV dari jenis Simpanse dan Gorila yang diketahu merupakan tempat tersembunyi bagi virus. Virus tersebut mampu melintasi penghalang spesies manusia dan menyebabkan wabah penyakit besar. Cara penularan kemungkinan besar terpapar dari darah yang terinfeksi atau jaringan selama berburu dan menyembelih hewan liar.
Berbeda dengan cacar monyet, oleh ahli disebut disebut sebagai penyakit zoonosis langka yang disebabkan oleh virus monkeypox. Ditemukan pertama kali pada tahuh 1958 yang menyerang koloni monyet yang dipelihara, dan pada tahun 1970 pertama kali menyerang manusia di Republik Demokratik Kongo. Sejak saat itu, kasus cacar monyet dilaporkan telah menginfeksi orang-orang di beberapa negara Afrika Tengah dan Barat lainnya.
Seperti sifat sebagian virus, cacar monyet dapat menular ketika seseorang bersentuhan dengan virus dari hewan yang terinfeksi, orang yang terinfeksi, atau bahan yang terkontaminasi virus. Cacar ini juga ditularkan pula dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan luka infeksi, koreng, atau cairan tubuh penderita. Penyakit ini juga dapat menyebar melalui droplet pernapasan ketika melakukan kontak dengan penderita secara berkepanjangan. Sama dengan penyakit infeksi lain, gejala cacar monyet mirip dengan gejala cacar air, namun lebih ringan. Gejala dimulai dengan demam, sakit kepala, nyeri otot, dan kelelahan. Perbedaan utamanya adalah bahwa cacar monyet menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening (limfadenopati) dengan inkubasi cacar monyet biasanya berkisar dari 6 hingga 13 hari tetapi dapat pula 5 hingga 21 hari.
Kembali kita lagi diingat untuk tidak lupa diri terhadap ancaman penyakit menular seperti yang terjadi pada kasus Covid-19. Mewaspadai dan hati-hati terus kita ingatkan diri kita, keluarga dan lingkungan sekitar, seperti yang pernah dan terus kita lakukan dengan menjaga dan mempertahankan perilaku sehat 4M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan) serta melakukan 3T (Testing, Tracing, dan Treatment). Hal ini sebagai upaya pencegahan yang sangat penting dalam mengantasipasi datangnya si “Raja Monyet” yang menyebar virusnya. Wallahu a’lam (*)