English English Indonesian Indonesian
oleh

Merekonstruksi Syarat Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

OLEH: Dian Fitri Sabrina, Dosen Universitas Sulawesi Barat/Doktor Ilmu Hukum spesifik terkait Kepemiluan di Universitas Airlangga

Presidential Threshold adalah syarat ambang batas untuk pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik berdasarkan patokan jumlah suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat) pada saat pemilihan Legislatif.

Terhadap presidential threshold ini Mahkamah Konstitusi telah memberikan putusan dengan pertimbangan bahwa pencalonan Presiden diajukan setelah pemilihan anggota Legislatif yang di mana pelaksanaanya dilakukan langsung oleh rakyat.

Mahkamah berpendapat tata cara sebagai prosedur pemilihan Presiden dikaitkan dengan Pasal 22E ayat (6) UUD NRI 1945 sebagai kebijakan legislasi (open legal policy) yang didelegasikan dalam pelaksanaan Pemilu adalah sah dan konstitusional sebagai dasar kebijakan threshold yang diamanatkan UUD NRI 1945. Ketentuan terkait pasal persyaratan perolehan suara Partai Politik sebagai syarat untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden merupakan kewenangan pembentuk undang-undang dengan tetap mendasarkan pada ketentuan UUD NRI 1945.

Meskipun jika ditelaah lebih jauh secara hukum pemaknaan dalam syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dengan tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 6A ayat (5) merupakan hal yang sangat berbeda.

Pergeseran dan pencideraan makna yang terkandung dalam Pasal 222 UU Pemilu terhadap UUD NRI 1945 tampak dari ketidaksesuaian makna Pasal 6A ayat (2) dengan open legal policy yang termuat dalam UU Pemilu. Ketentuan Pasal 6A ayat (2) yang menyatakan bahwa pencalonan Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik tidak mampu diakomodir oleh Pasal 222 UU Pemilu. Fakta hukum adalah pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah berlangsung dari masa ke masa tidak ada satupun partai politik peserta pemilu yang secara mandiri mampu mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menghilangkan hak Partai Politik peserta pemilu terutama Partai Politik baru dan hak warga negara Indonesia dalam menyalurkan suara dan calon yang diusung. Secara logika hukum, Partai Politik peserta pemilu akan tersendera dengan ketentuan Presidential Threshold/ ambang batas minimum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu, sebab partai politik yang tidak memenuhi syarat ambang batas dengan terpaksa akan melakukan gabungan partai politik peserta pemilu dengan partai politik dengan persentase tertinggi (partai politik dengan suara mayoritas) dan hanya memberikan dukungan saja bukan mengusulkan sehingga partai politik tidak akan secara bebas menentukan calonnya.

Hal ini yang menjadi pertimbangan pertentangan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap Pasal 6A ayat (2) amendemen UUD NRI 1945. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan sebuah rekonstruksi syarat ambang batas/presidential threshold pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dengan menggunakan ambang batas maksimum dari hasil presentase yang dimiliki oleh partai politik peserta pemilu dari pemilu sebelumnya (ambang batas maksimum).

Ambang batas maksimum adalah sebuah rekonstruksi pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mampu secara mandiri mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presidennya tanpa melalui gabungan partai politik, sedangkan partai politik peserta pemilu yang lain yang tidak memenuhi ambang batas maksimum dapat melakukan gabungan partai politik selama tidak melampaui ambang batas yang diperoleh oleh partai politik dengan ambang batas maksimum. Hal tersebut dianggap sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) yang menyatakan bahwa Pasangan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.

Ambang batas maksimum akan memunculkan alternatif terhadap calon Presiden dan Wakil Presiden. Alternatif calon Presiden dan Wakil Presiden tersebut akan membuka seluas-luasnya kesempatan bagi warga negara Indonesia untuk menyalurkan haknya yaitu hak dipilih dan hak memilih selama orang tersebut dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu sebagai calon Presiden.

Ambang batas maksimum dengan memunculkan banyak calon tidak akan menimbulkan kekhawatiran, sebab UUD NRI 1945 telah mengakomodir hal tersebut. Sebagaimana termuat dalam Pasal 6A ayat (4) yang menyatakan bahwa dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden

Pemilihan umum yang merupakan alternatif utama untuk meraih kekuasaan harus mengacu pada aturan main (rule of the game) yang tentukan oleh Undang-Undang. Peraturan perundang-undangan pemilihan umum sebagai rule of the game mengikuti mekanisme keadilan dan persamaan kesempatan bagi semua pihak. Hal ini memberi penjelasan bahwa rule of the game dalam pemilihan umum yang tidak mengutamakan prinsip keadilan dan persamaan kesempatan, maka dapat dikatakan cacat secara demokrasi. Mengutip salah satu prinsip hukum dan keadilan yang dianut secara universal menyatakan bahwa “tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain” (nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria).

Negara tidak dibenarkan dalam menyusun peraturan perundangan-undangan yang terdapat penyimpangan dan pelanggaran terhadap hak-hak politik kelompok tertentu dan menguntungkan kelompok yang lain. Dalam demokrasi kosntitusional menurut Dennis A. Mueller  terkandung gagasan bahwa pemerintah yang baik itu haruslah demokrastis, dan pemerintah yang demokratis itu adalah pemerintah yang terbatas kekuasaannya, dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya, pembatasan atas kekuasaan pemerintah dilaksanakan berdasarkan konstitusi sebagai perwujudan hukum tertinggi (the supreme law of the land). (*/)

News Feed