Dari situ pihaknya mensupport atas kegiatan kemanusiaan itu. Hanya saja belakangan, ketika membesar dan memperoleh banyak dana kadangkala mulai muncul kepentingan di luar orientasi awal.
“Biasanya saat komunitas masih kecil, berkembang, membangun seringkali keikhlasannya tinggi dengan doa-doa yang panjang. Tetapi ketika sudah besar dan berhasil doanya mulai pendek-pendek,” ucapnya sedikit terkekeh.
Pula, dari situ kadangkala kehati-hatian makin berkurang, kepentingan musyawarah juga berkurang.
Meski begitu, ia mengatakan masih hal itu masih dalam normal (manusiawi).
Pasalnya tidak menutup kemungkinan semua lembaga amal atau pun kemanusiaan berpotensi melakukan hal yang sama.
“Sulit membahasakannya, prinsipnya semua pihak tidak boleh lengah. Semua yang berkaitan dengan itu harus monitor, jika tak mau dikatakan mengawasi,” ucap Arfin yang juga Guru Besar Hukum Islam dan Ekonomi Syariah UINAM Makassar, ini.
Jika sudah terjadi seringkali sesama juga saling menyalahkan, akibat dari tidak adanya pemantauan dan lain sebagainya.
Pada satu sisi, ia juga menekankan pada sisi ketelitian masyarakat. Hanya saja jangan sampai justru membuat distrust (ketidakpercayaan) masyarakat terhadap lembaga-lembaga seperti itu.
Hal lain yang perlu ditekankannya ialah oknumnya yang harus menjaga amanah, kejujuran dana ummat.
Karakter dan sifat masyarakat yang solid dan dermawan justru, sarannya, jangan sampai justru menurun.
“Sebaliknya, upaya kegiatan filantropi itu terus digencarkan. Artinya, orang kaya, dermawan tidak bisa dihalangi. Mereka sudah berpahala, lepas tanggung jawab. Terlepas dari dananya disalahgunakan itu soal yang lain. Jadi jangan salahkan masyarakat,” paparnya.