FAJAR, MAKASSAR-Calon presiden harus berani berdebat di kampus. Di kampus merupakan ladang intelektual. Tempat lahirnya pemimpin masa depan. Permikiran-pemikiran biasanya lahir dari kampus.
Dalam kegiatan Kongres II Perhimpunan Alumni (Perluni) Universitas Negeri Makassar (UNM) menghadirkan Rocky Gerung dalam diskusi pemimpin masa depan. Kegiatan yang diadakan di Hotel Claro, Selasa 5 Juli ini, Rocky Gerung memantang calon presiden untuk berdebat di UNM
Rocky Gerung mengatakan, the next leader merupakan pemimpin masa depan yang harus memiliki kualifikasi. Diukur dengan membaca dua hal, hak generasi menikmati sumber daya alam negeri sendiri termasuk hak udara bersih rumput hijau, air jernih wangi mawar, setiap pemimpin dunia.
“Ada 37 juta hektare hutan Papua, 20 ribu spesies pohon, 20 jenis pohon 160 ribuan jenis serangga, 500 masyarakat adat. Omnibus Law dipakai disitu demi food state. berapa ribu pohon ditebang, berapa ribu cacing kehilangan habitatnya, berapa ribu burung kehilangan sarangnya,” kata Rocky.
Lebih lanjut, Rocky Gerung mengucapkan bahwa capres kampanye nanti, siapapun yang mau jadi presiden tentu ada perdebatan intelektual.
“Bukan Capres dengan menggunakan tiktok. Balihonya segede tower UNM, otaknya seupil. Karena tidak ada bunyi intelektual,” lanjutnya.
Saat ini, menurut Rocky Gerung, tidak ada capres yang berbicara tentang hutan dan hukum adat. Padahal, pemimpin Indonesia harus tahu masyarakat adat. Disini mau diuji kelompok intelektual yang berpikir.
“Jangan ada koalisi yang tidak ada isinya. Dikunci dengan 20 persen itu. Kita ingin persaingan dengan banyak intelektual,” menurut dosen Universitas Indonesia ini.
Rocky Gerung mengucapkan bahwa eksistensi manusia tidak terlihat lagi karena adanya big data. Kebiasaan seseorang berbohong sampai di Rusia, bahkan big data riset yang semakin lama semakin serius seolah ditenggelamkan oleh big data.
“Kita tidak dengar dari yang mau jadi presiden, mereka buta huruf dan terfokus terhadap big data. Kalau orang punya intelegen, mereka bisa berdebat. Dengan modal satu kosa kata bisa berdebat,” ucapnya.
Rocky Gerung menambahkan, kampus selalu bisa menyumbangkan intelektual. Dengan menguji capres. Tentu, bagi capres harus datang di UNM untuk berdebat dengan civitas UNM.
“Apa yang bisa kita sumbangkan Indonesia di tengah kacaunya intelektual. Kampus bisa menyumbangkan intelektual dengan menguji calon presiden. Pertama siapa yang mau jadi calon presiden datang ke UNM,” tantang Rocky.
Rocky mengungkapkan bahwa agar tradisi debat di kampus ini terbuka, di Amerika capres didebat pertama kali di kampus-kampus karena diuji dengan basis metodologi.
“Capres harus diuji dengan metodologi karena semua argumen harus diuji basis metodologi,” ungkapnya.
Rocky mengucapkan bahwa politik itu diadu dengan argumen bukan sentimen. Dalam keadaan apapun, setiap seseorang harus memimpin masa depan.
“Ada komunitas pikiran yang memungkinkan mereka bertengkar dengan intelektual. Ide yang dibuat alumni UNM bisa. Alumni kampus lain banyak yang ditutup pikirannya karena takut dipecat,” ucap Rocky.
Ketua Perluni UNM Hazairin Sitepu mengatakan, kampus saat ini tentunya bisa memberikan harapan atau paling tidak konsep yang tenggelam dengan romantisme politik dan pemerintahan. “Posisi kampus harus menyiapkan calon-calon pemimpin masa depan,” katanya. (ams/*)