FAJAR, MAROS-Puluhan pemilik lahan yang terkena pembebasan lahan dalam mega proyek rel kereta api (KA) di Kabupaten Maros-Pangkep menduga ada ketimpangan dalam pembebasan lahan. Itu dari penentuan bidang hingga penentuan harga ganti rugi.
Kuasa Hukum 81 orang pemilik lahan, Sudirman menjelaskan, para pemilik lahan yang merupakan kliennya itu sama sekali tidak punya niat menghalangi proyek nasional itu. Hanya saja, ia menilai ada oknum yang bermain dan sengaja merugikan pemilik lahan. “Harapan kami bagi yang melanggar bisa diproses hukum dan nilai ulang tanah masyarakat,” ungkapnya.
Apalagi kata dia, mereka adalah orang-orang yang kehilangan rumah dan lahan pekerjaan. Makanya wajar berteriak, karena mereka yang dipertontonkan faktor pembanding di lapangan. “Rumah dan kebun sama bahkan bertetangga tetapi dinilai dengan harga yang berbeda,” katanya.
Dia mengklaim, selama tiga bulan melakukan verifikasi dokumen di lapangan, ditemukan banyak hal yang menyimpang. Termasuk dugaan mark up anggaran pembebasan lahan yang merugikan negara. Salah satu temuannya, ada bidang tanah yang dibebaskan hanya sekitar 24 sentimeter, tetapi ganti ruginya dihargai senilai Rp400 juta.
“Jadi memang ada banyak kerancuan yang kami temukan selama ini. Permasalahannya karena mulai dari pendataan bidang tanah hingga proses penyelesaian di pengadilan tidak dilakukan secara benar sesuai aturan,” jelasnya saat jumpa pers yang dihadiri puluhan pemilik lahan Maros-Pangkep, di Desa Marumpa, Marusu, Senin, 6 Juni.
Ia juga menyebutkan, hingga kini sejumlah pemilik lahan di dampinginya belum mau mengambil uang ganti rugi yang dititipkan ke pengadilan. Selain karena merasa tidak adil dan jauh dari harga pantas, proses awal pembebasan lahan itu juga dituding bermasalah.