“Namanya kecelakaan. Lambat sekali ini motor, eh…kenapa tiba-tiba oleng,” ujar Daeng Sese ketika menunggui istrinya pulang dari sekolah. Ia harus menggendongnya naik ke bemor. Sama ketika ia juga menggendongnya ke bemor saat pagi-pagi hendak ke sekolah.
Akibat kecelakaan itu, tulang paha kanan Mursyida patah tiga. Adapun kaki kirinya, engkel terlepas dari pergelangan kaki. Akibat luka tersebut, ia dirawat intensif enam bulan. Namun, pada pasca amputasi, masalah lebih rumit lagi.
“Ada infeksi di paha kanan. Lubangnya lebih besar daripada bola kasti. Ini yang sempat membuat saya was-was. Operasi pun dilakukan lagi. Dagingnya harus diganti, diambilkan dari bagian lain di tubuh saya,” ujar Mursyida.
Yang bikin rumit lagi karena biaya operasi infeksi itu sudah di luar tanggungan jasaraharja. Untung ada BPJS (Badan Penyeelenggara Jaminan Sosial).
Meskipun biaya rumah sakit ditanggung BPJS, Mursyida tetap berpikir keras. Ia memikirkan keberlanjutan dapur rumah tangga. Bersama suaminya, ia juga harus memikirkan keberlanjutan pendidikan tiga putranya. Seorang putranya tidak melanjutkan pendidikan.
“Saya memilih merantau untuk membiayai pengobatan Mama,” kata Wahyudin yang menggendong ibunya setiap ke toilet dan menjaganya selama di rumah sakit. Ia datang dari rantau untuk berlebaran bersama orang tua dan adik-adiknya. Pada Kamis, 12 Mei 2022, ia berangkat lagi.
Dalam kondisi serba keterbatasan ini, Mursyida tetap semangat. Ia terus berpikir, bagaimana bisa menjalankan kewajibannya. Baik sebagai guru, maupun kepala sekolah di TK Jl Pramuka, Parangrea, Desa Maccinibaji, Kecamatan Bajeng, Kabupaten Gowa itu.