FAJAR, MAKASSAR-Makassar dihebohkan dengan anarkisme pengantar jenazah. Iring-iringan yang selalu uring-uringan.
Kasus utamanya hanya satu: kekerasan. Ya, mereka melakukan kekerasan terhadap pengguna jalan yang dianggap menghalangi jalanan mereka. Peristiwa ini terus tereplikasi.
Terbaru, seorang sopir plus mobil pikapnya jadi sasaran amuk pengantar jenazah di Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar, Senin, 18 April. Mereka kesal lantaran akses terhambat oleh pikap yang sudah berupaya menepi.
Karakter ugal-ugalan pengantar jenazah ini terlihat jamak di Kota Makassar. Padahal, hal seperti ini rawan menimbulkan konflik. Bahkan berujung pada perang kelompok.
Dalam beberapa kasus, warga bahkan melawan pengiring jenazah ini lantaran sudah kehilangan kesabaran. Di Maros, pengantar jenazah anarakis diadang warga, dua kali terjadi.
Pertama di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Kamis, 21 September 2017. Sebuah truk mereka dorong ke selokan karena kesal jalanan mereka terhambat. Tak terima, warga setempat mengadang pengantar jenazah saat pulang dari pemakaman.
Kejadian kedua pada Rabu, 16 Januari 2019. Abdul Rais (43) sopir dianiaya pengantar jenazah di Maros. Akibatnya, mereka diadang di perbatasan Maros-Pangkep saat kembali.
Berikutnya, terjadi pada 14 Desember 2021. Empat pemuda ditangkap oleh pihak Polrestabes Makassar karena menganiaya pemilik mobil yang dianggap menghalangi jalan saat mengiring jenazah.
Peristiwa ini akan terus berulang jika tak ada kesadaran dari warga. Termasuk penegakan aturan dari aparat. Plus, membuat sistem yang memungkinkan tak ada lagi peluang ugal-ugalan pengantar saat mengiringi jenazah.
Dosen Sosiologi Unhas Hari Ashari Rahim menuturkan fenomena anarkisme pengantar jenazah perlu ditangani serius. Tindakan itu bukan budaya Makassar.
Perlu ada edukasi yang mendalam dan terstruktur. Jika ada yang berduka, maka keluarga juga punya peran edukasi sebelum mengantar jenazah. Jalan raya itu bukan milik pribadi dan kelompok, tetapi wilayah publik.
“Memang di jalan raya ada prioritasnya (pengantar jenazah) untuk melintas. Tetapi, bukan berarti anarkis. Makanya harus sama-sama menghargai,” ucapnya, kemarin.
Bukan saja satu-dua kali terjadi, pengantar jenazah terlihat layaknya penguasa jalanan saat mengantar. Olehnya, sebelum berangkat ada imbauan untuk tertib di jalan.
Keluhan Warga
Tiap kali rombongan pengantar jenazah anarkis lewat, warga pasti akan merasa tidak nyaman dan aman. Bahkan terancam, sebab sudah banyak kasus pengantar melakukan kekerasan.
Salah seorang warga Bumi Tamalanrea Permai (BTP) Nur Afifah mengakui ketidaknyamanannya terhadap pengantar jenazah yang berulah. Terkesan sok-sokan dengan jalan berombongan.
Menurutnya, masyarakat di jalan pasti mengerti saat mendengar suara sirine ambulans atau mobil jenazah. Jadi tidak perlu membuat keadaan makin ricuh, misalnya dengan memukul kendaraan pengendara atau bahkan pengendara lain.
“Pelan-pelan miki, tenang saja. Masyarakat pasti mengerti-ji ini kondisi. Baik-baik-imi cara-ta, tidak usah main pukul mobil, apalagi pukul-pukul orang,” terangnya.
Perempuan yang juga pernah menjadi korban kericuhan pengantar jenazah ini berharap siapa pun yang nantinya menjadi pengantar jenazah agar tetap menjaga kehati-hatian. Nomor satu, tetap menghargai hak orang lain.
“Pernah mobilku dipukul kaca belakangnya di Jl Perintis, sementara keadaan macet. Waktu itu kami sudah berusaha untuk ke kanan, tapi, kan, macet, tidak bisa apa-apa,” aku perempuan yang saat ini sedang mengikuti Sekolah Pascasarjana Ekonomi di UMI itu.
<!–nextpage–>
Ancaman Hukum
Pakar hukum pidana Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Hambali Thalib mengatakan apa pun alasan yang digunakan aksi pengeroyokan dan atau penganiayaan, tidak bisa benarkan.
Mereka harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku. Aksi serupa sudah sangat sering terjadi dan sangat meresahkan masyarakat. Perbuatan tersebut merupakan tindakan pidana.
Ada beberapa ancaman pidana yang bisa dijeratkan kepada pelaku, yakni pasal 351 KHUP ayat 1 hingga ayat 5. Pelaku terancam pidana penjara dua hingga tujuh tahun.
Bahkan jika korban penganiayaan mendapatkan luka berat bisa dijerat pasal 353 KUHP. Ayat 1 mengatakan penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Ayat 2, jika perbuatan itu mengakibatkan luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Sedangkan ayat 3 mengatakan jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, pelaku diancam pidana penjara sembilan tahun.
“Saya tidak setuju jika para pelaku penganiayaan dari pengantar jenazah hanya dibina, harus dijerat pidana. Mereka itu membahayakan pengguna jalan dan warga lainnya,” kata Hambali.
Pihak kepolisian harus bisa melakukan pencegahan atas aksi anarkis yang banyak terjadi saat mengantar jenazah. Mereka harus melakukan pengawalan atas pengantaran jenazah. Jangan biarkan hal tersebut kembali terjadi.
Jika itu pun kembali terjadi, jangan dibiarkan. Polisi harus segera melakukan tindakan tegas, tanpa pandang bulu. Apalagi, aksi anarkis tersebut sangat mencoreng nilai budaya masyarakat.
Pengantar jenazah seharusnya berjalan dengan tenang, karena dalam suasana berkabung. Namun, kenyataannya tidak demikian. Malah pengantar menggunakannya sebagai panggung untuk melakukan tindak anarkis.
Banyak yang ikut mengantar jenazah bukan pihak keluarga, kerabat, atau tetangga. Mereka memang sengaja ikut untuk melakukan aksi nakal.
“Coba perhatikan banyak kendaraan yang menggunakan knalpot bersuara nyaring, bahkan ada yang sengaja merekam. Itu bisa menandakan mereka sengaja memang niat buat aksi ugal-ugalan,” tuturnya. (bus-fni/zuk)
SELENGKAPNYA, BACA LAPORAN UTAMA KORAN FAJAR EDISI METROPOLIS KAMIS, 21 APRIL 2022