English English Indonesian Indonesian
oleh

Kekosongan Posisi Bissu

OLEH: Rabiatul Adawiah, Mahasiswa Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) UGM

Sebagai produk suatu keberadaan, komponen masyarakat Bugis termasuk Bissu di dalamnya merupakan dasar terbentuknya peradaban di tanah Bone. Dalam konteks ini, kehadiran Bissu merupakan warisan leluhur yang identik dengan person putih pun kemayu, gender yang berada diantara wacana heteronormatif.

Seperti yang dikatakan Feby Triadi “Beratus tahun orang-orang di tempat saya (tepatnya Bugis Bone) telah terwarisi person putih yang kemayu yakni Bissu”. Kehadirannya berkaitan dengan bagaimana budaya termasuk ritual adat serta religiusitas bernegoisasi di Bone. Di saat yang sama, posisi Bissu tidak terlepas dari stigma yang berkembang di masyarakat. Mulai dari bagaimana Bissu mempertahankan diri hingga ritual yang telah lama dijalankan dan membentuk identitasnya.

Setelah perjalanan panjang, Bissu di berbagai kegiatan khususnya Hari Jadi Bone menjadi pelaku utama untuk prosesi ritual. Tidak pernah sekalipun Bissu absen dalam prosesi Hari Jadi Bone karena merupakan sosok sentral. Namun demikian, berbeda dengan tahun ini Bissu tidak lagi terlibat untuk segala prosesi ritual yang biasanya dilakukan. Beberapa media memberitakan bahwa ketidakterlibatan Bissu dikarenakan kemauan Bissu sendiri. Tidak hanya itu, juga karena pada prosesi mattompang arajang para Bissu tidak dipercayakan membawa baki’, tetapi hanya dilibatkan pada prosesi malekke uwae dan pra-mattompang. Sehingga membuat para Bissu mundur untuk semua prosesi Hari Jadi Bone.

News Feed