Bissu dengan sendirinya sebenarnya tidak membutuhkan konfirmasi maupun validasi dari ritual yang mereka jalankan, sebab mereka telah menerima dan mempertahannkannya dari pengalaman panjang. Hanya saja, pihak-pihak tidak tahu diri masih dengan pandangan konservatif perlu diberi pelajaran agar tidak misinterpretatif.
Bahwa posisi Bissu merupakan bangunan kosmologi dengan relasi-relasi yang terjalin bersama entitas lain, seperti ritual-ritual yang hanya bisa dilakukan oleh Bissu khususnnya pada Hari Jadi Bone. Saya menganggapnya sebagai penyesatan terstruktur, ketika pemerintah dan aktor-aktornya memainkan peran, mengatur sedemikian rupa prosesi hingga pergantian peran, seolah perayaan tersebut berjalan baik.
Tidak bisa dipungkiri, pemerintah telah melanggar batas moralitas dalam mengambil keputusan dengan tidak melibatkan Bissu pada Hari Jadi Bone. Alih-alih mengatasi batas moralitas pemerintah, yang perlu diatasi adalah tendensi pemahaman mengenai Dunia Bissu. Tidak hanya mengenai ritual-ritualnya tetapi juga seperangkat kepercayaan yang perlu diamati dengan pandangan emik, sehingga kekosongan posisi Bissu pada Hari Jadi Bone ke-692 harusnya menjadi tamparan keras bagi pihak-pihak yang meromantisisasi ritual-ritual sakral tanpa dimensi kesakralan!