Dengan begitu, fenomena terkait antrean panjang kendaraan yang menunggu jatah solar merupakan dampak pengaturan kuota, agar ketersediaan terus terjaga sampai akhir tahun.
Selain itu, Pertamina sendiri mengakui pengontrolan distribusi BBM bersubsidi akan dilakukan setiap tiga bulan sekali, dengan mekanisme acak. Tujuannya, untuk menghindari penimbunan dan pendistribusian bisa tepat sasaran.
”Evaluasinya per tiga bulan, supaya masyarakat tidak menimbun di bulan-bulan tertentu. Tujuan lainnya juga supaya masyarakat yang berhak menggunakan solar, jatahnya tidak melenceng,” bebernya.
Kemudian, Pertamina juga mengatur distribusi solar tidak hanya fokus pada sektor transportasi saja. Sebab, ada sektor lain yang juga diperbolehkan untuk mengakses solar, seperti pertanian dan perikanan.
”Sektor lain kan ada juga. Makanya yang bawa jerigen itu tidak semuanya dilarang. Itu boleh selama ada surat rekomendasi dari kepala desa atau pejabat SKPD. Kalau di daerah kan biasanya ada yang bawa traktornya langsung ke SPBU karena malas bawa jerigen. Itu boleh, dengan syarat yang tadi itu harus dipenuhi,” terangnya.
Jika terjadi penyelewengan, masyarakat dianjurkan menyampaikan laporan kepada pihak terkait, melalui format surat yang sudah ditentukan. Selain itu, BPH Migas dan Pertamina juga sudah memiliki aplikasi untuk mendeteksi.
”Laporkan saja, kan sudah ada format surat laporannya. Sudah ada juga digitalisasi. Makanya kalau ada kendaraan over konsumsi harian, langsung terdeteksi dari plat kendaraannya,” jelas Taufiq.