Oleh : SUNTONO
Kepala BPS Provinsi Sulawesi Selatan
Belakangan ini ruang publik diramaikan publikasi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) dengan judul Indeks Kebahagiaan 2021. Dalam publikasi tersebut disampaikan bahwa indeks kebahagiaan penduduk Indonesia mencapai 71,49 atau mengalami peningkatan 0,8 poin dibandingkan tahun 2017 yang tercatat 70,69 (skala 0-100).
Beberapa pertanyaan dilontarkan kebanyakan masyarakat di antaranya, apa indikator atau ukuran yang digunakan, bagaimana cara mengukurnya, mana mungkin di masa pandemi Covid-19 kebahagiaan meningkat, dan sejumlah pertanyaan lainnya.
Banyaknya pertanyaan menyelimuti pikiran kabanyakan orang menunjukkan rasa keingintahuan. Sebagian dari mereka memberanikan diri berkomentar bahkan menarik kesimpulan walau belum mengetahui apa dan bagaimana sesungguhnya indeks kebahagiaan itu.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan literasi seputar indeks kebahagiaan. Hasil pembangunan telah diukur dengan ukuran makro dan objektif. Sebut saja, pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, ketimpangan pendapatan, indeks pembangunan manusia, pengangguran, dan berbagai ukuran lainnya.
Ukuran yang selama ini ada dipandang belum cukup mewakili perasaan masyarakat. Indeks kebahagiaan hadir sesungguhnya untuk melengkapi ukuran yang selama ini sudah ada. Apakah ukuran yang sifatnya objektif-makro bersesuaian dengan ukuran yang bersifat subjektif?.
Disadari bahwa ukuran yang bersifat subjektif belum disepakati sebagai sebuah ukuran, namun demikian kehadiran ukuran yang bersifat subjektif diyakini dapat memberikan perspektif lain.