Oleh : H.Amran
Konsultan AJPAR
Sulit kita pungkiri, setelah 80 tahun Indonesia merdeka, kini memasuki babak baru era transformasi digital dan eskalasi geoekonomi global. Nampaknya ekonomi Imdonesia tidak saja terjajah oleh sistem moneter, akan tetapi oleh aplikasi dalam genggaman kita, sebagai dampak hadirnya digital Raksasa seperti Grab, Gojek, Maxim, Shopee, Tiktok Shop, Dana Ewalet, Alibaba Lapak China, Lazada, dan sebagainya.
Dengan tawaran berbagai kemudahan, para pelaku ekonomi keumatan, koperasi hingga pekerja lepas lainnya, kini menghadapi turbulensi hebat. Mengguncang kehidupan ekonomi umat dan semakin tergerus hingga produk lokal sulit bersaing.
Akibatnya, banyak dana yang mengalir ke luar negeri, pasar jadi lesu dan tidak sedikit Koperasi dan UMKM terpaksa menutup sebahagian usahanya.
Data indonesia_id berdasarkan laporan momentum work, nilai penjualan bruto atau gross merchadise value (GMV) layanan pesan antar makanan (food driveri) di Asia Tenggara mencapai US$ 19.4 miliar. Naik US$ 13 persen dari tahun sebelumnya. Namun, sebagian besar keuntungan bersih dan kepemilikan data dikuasai perusahaan asing.
Anggota komisi V DPR RI Adian Napitulu meminta menghapuskan biaya layanan dan biaya aplikasi. Dasar mereka menggunakan ini hanya karena di negara lain dipakai. Namun peristiwa di negara lain itu bukan dasar hukum buat Indonesia. Kita sepertinya hidup bernegara tanpa negara dan negara ini membiarkan selama bertahun tahun.
Algoritma bisa mengatur siapa dapat order siapa yang tidak. Untuk mendapat order, mereka bayar Rp20.000 per hari, lalu konsumen yang memesan dipotong lagi persentasenya minimal 20 perseb sampai 50 persen.