FAJAR, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada peran Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. Apa itu?
Lembaga antirasuah itu mengungkap, tambahan kuota 20 ribu jemaah yang diperoleh dari Pemerintah Arab Saudi melalui lobi Jokowi awalnya dimaksudkan untuk memangkas masa tunggu haji reguler hingga 15 tahun. Namun, sebagian besar justru dialokasikan untuk haji khusus yang antreannya jauh lebih singkat.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan tujuan permintaan tambahan kuota jelas diarahkan untuk jemaah reguler. “Tapi realisasinya berbeda,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Ia menambahkan, pembagian kuota haji seharusnya mengikuti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018, yakni 92 persen untuk reguler dan 8 persen untuk khusus.
Berdasarkan aturan itu, dari tambahan 20 ribu kuota, seharusnya 18.400 diberikan untuk haji reguler dan hanya 1.600 untuk haji khusus. Namun, KPK menduga proporsi ini dilanggar dan mengakibatkan ketidakadilan bagi calon jemaah reguler.
Meski belum menghitung kerugian negara, KPK akan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengungkap potensi kerugian akibat dugaan penyimpangan ini. Kasusnya telah naik ke tahap penyidikan, dengan mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas termasuk yang sudah dimintai keterangan. Namun, belum diumumkan tersangkanya.
MAKI: Terapkan Pasal TPPU
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendorong KPK untuk menjerat para pihak dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Langkah ini dinilai penting untuk menelusuri aliran dana dan memulihkan potensi kerugian negara.