FAJAR, MAKASSAR – Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi Makassar, mengabulkan banding JPU atas perkara kepemilikan dan peredaran kosmetik bermerkuri Mira Hayati.
Dalam amar putusannya, hakim menjatuhkan pidana penjara empat tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayar dalam kurun waktu tertentu, maka terdakwa akan mengganti dengan tiga bulan bui.
Putusan tersebut tercantum dalam informasi di situs resmi PN Makassar, Jumat, 8 Agustus. Majelis hakim PT Makassar mengubah putusan sebelumnya dalam perkara nomor 204/Pid.Sus/2025/PN Mks, dengan menyatakan Mira Hayati terbukti bersalah sebagaimana dakwaan tunggal yang diajukan JPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun,” tulis amar putusan majelis hakim sebagaimana dikutip dari laman resmi pengadilan.
Penasihat Hukum Mira Hayati, Ida Hamidah menilai, putusan yang dijatuhkan hakim masih absurd dan ambigu. Khususnya dalam hal mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
“Sebagian pertimbangan Majelis halaman 15, tidak ada diuraikan parameter yang jelas terkait pertimbangan tersebut. Itu yang pertama,” ujar Ida, Minggu, 10 Agustus.
Lebih lanjut dia menyampaikan, majelis hakim juga dianggap mengabaikan asas proporsionalitas, juga fakta persidangan bahwa tidak pernah ditemukan bahan berbahaya di pabrik tersebut yang mengandung merkuri atau bahan berbahaya lainnya.
Sebab menurutnya, dalam fakta persidangan, dalam penggeledahan yang dilakukan pihak kepolisian dan sidak random yang dilakukan BPOM, tidak pernah menemukan bahan berbahaya.
“Barang bukti di persidangan juga tidak sama dengan skincare yang dikeluarkan pabrik. Pertanyaannya, dari mana asal merkuri tersebut?. Itulah pentingnya mengungkap kebenaran materiil,”terangnya.
Ida juga mempertanyakan sampel yang diuji lab hanya diambil dari stokis dan distributor saja, sedangkan sampel dari pabrik terdakwa tidak diuji. Dari fakta ini, dia menganggap jelas bahwa majelis hakim tidak proporsional dalam mempertimbangkan putusannya.
“Kemudian, demi keadilan, selaku PH klien, kami akan tetap mengajukan upaya hukum kasasi, sebagaimana amanah undang-undang untuk memperjuangkan keadilan klien. Dalam fakta persidangan juga tidak ada korban. Mengenai produk klien kami, justru kami ada laporan polisi tentang produk klien kami yang dipalsukan,” ungkapnya.
Lebih jauh Ida juga menyampaikan bahwa pendemo yang datang ke PT sebanyak dua kali, yang terakhir bersamaan hari putusan, tidak bisa dijadikan parameter keadilan masyarakat. Sebab, pendemo memiliki agenda kepentingan tersendiri.
“Kenapa kami menyimpulkan demikian, karena tidak ada satupun dari pendemo yang datang ke PT merupakan korban produk kosmetik klien kami, “ucapnya.
Ironisnya lagi tegas Ida, ada yang menghubunginya dan akun klien medsos kliennya yang dipegang oleh admin, mengatakan akan menurunkan mahasiswa ke kejaksaan dan pengadilan. “Dan ada juga yang menghubungi saya bahwa disuruh demo oleh seseorang, tapi cukuplah kami yang tau, “tutupnya. (wid)