Oleh: Ratu Oksyahvani Ramadhani Agussalim Alwi / Mahasiswa Hukum Unhas
Upaya membangun budaya antikorupsi tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan dari atas. Perubahan yang bermakna sering kali dimulai dari kesadaran individu dan langkah kecil yang konsisten. Hal inilah yang dilakukan oleh Ratu Oksyahvani Ramadhani Agussalim Alwi, mahasiswi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, dalam pelaksanaan program kerja individu selama Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Mengangkat tema “Remaja Sadar Korupsi: Cegah Dini, Jujur Sejak Sekarang”, Ratu memilih remaja sebagai target utama sosialisasinya. Menurutnya, remaja adalah kelompok usia yang sangat krusial dalam pembentukan karakter bangsa. Nilai dan kebiasaan yang tertanam sejak usia muda akan membentuk perilaku mereka di masa depan. Karena itu, membangun kesadaran antikorupsi sejak dini merupakan langkah preventif yang strategis dan berdampak jangka panjang.
Berbeda dari pendekatan konvensional seperti seminar atau tatap muka, Ratu memanfaatkan media sosial sebagai sarana utama. Sebagai bagian dari generasi digital, ia memahami bahwa remaja kini hidup di dunia yang terhubung erat dengan teknologi. Melalui Instagram, TikTok, WhatsApp Story, dan YouTube Shorts, ia konsisten membagikan konten kreatif yang dikemas sesuai gaya komunikasi anak muda, namun tetap mengedepankan pesan moral dan edukatif.
Konten tersebut bervariasi, mulai dari video pendek edukatif tentang contoh korupsi kecil di sekolah, infografis mengenai dampak jangka panjang korupsi, kuis interaktif untuk mengukur kesadaran antikorupsi, hingga kampanye tagar seperti #RemajaJujur, #CegahKorupsiSejakDini, dan #IntegrityStartsWithYou.
Salah satu unggahan videonya yang sempat viral di kalangan pelajar menampilkan narasi sederhana namun mengena: kebiasaan “titip absen” atau “menyalin tugas teman” merupakan bentuk pelanggaran integritas yang dapat menjadi bibit perilaku koruptif jika dibiarkan. “Korupsi tidak selalu dimulai dari uang negara. Ia bisa tumbuh dari kebiasaan kecil yang menormalkan ketidakjujuran,” ujarnya.
Tak berhenti di media sosial, Ratu juga bekerja sama dengan beberapa sekolah di Makassar, termasuk Sekolah Islam Al Azhar tempat ia pernah bersekolah. Ia menginisiasi forum diskusi daring untuk siswa SMP dan SMA bertema “Korupsi Itu Nyata, dan Bisa Dicegah dari Sekarang”. Forum ini menjadi ruang bagi remaja untuk berbagi pandangan dan pengalaman tentang praktik ketidakjujuran yang selama ini dianggap biasa.
Diskusi berlangsung interaktif dan memantik refleksi peserta. Banyak siswa mengaku baru menyadari bahwa tindakan seperti berbagi jawaban saat ujian atau menerima perlakuan istimewa karena kedekatan dengan guru atau pengurus OSIS, ternyata termasuk perilaku yang tidak etis dan berpotensi menanamkan pola pikir koruptif.
Program ini mendapat sambutan hangat dari pihak sekolah dan tokoh masyarakat. Kepala Sekolah Islam Al Azhar menilai pendekatan yang dilakukan Ratu sangat relevan dengan kondisi saat ini. “Anak-anak kita hidup di era digital, maka cara mendidik mereka juga harus mengikuti zaman. Kampanye lewat media sosial yang dibarengi dengan diskusi seperti ini sangat tepat untuk membuka wawasan mereka,” ujarnya.
Pemerintah kelurahan setempat juga mendukung penuh kegiatan ini. Mereka bahkan membuka peluang agar materi edukasi yang dibuat Ratu dapat digunakan dalam program pembinaan pemuda secara berkelanjutan di wilayah tersebut.
Sebagai bentuk pelestarian, Ratu menyusun seluruh konten kampanye dalam bentuk e-book berisi materi antikorupsi lengkap dengan panduan penggunaan di kelas dan forum remaja. Ia juga membagikan folder digital berisi template desain dan video siap pakai yang dapat dimanfaatkan oleh guru, organisasi pelajar, maupun komunitas pemuda untuk mengadakan kegiatan serupa.
Ratu menyadari bahwa perubahan tidak bisa terjadi seketika. Namun ia yakin, langkah kecil yang konsisten dapat membawa dampak besar. “Saya tidak berharap semua orang langsung menjadi aktivis antikorupsi setelah menonton video saya. Tapi kalau satu-dua orang mulai berpikir ulang sebelum melakukan kebohongan kecil, itu sudah menjadi langkah awal yang berarti,” pungkasnya.
Program kerja individu ini menjadi bukti bahwa mahasiswa dapat berperan bukan hanya sebagai agen pembelajaran, tetapi juga agen perubahan sosial. Dengan pendekatan kreatif, relevan, dan menyentuh kebutuhan zaman, Ratu menunjukkan bahwa edukasi antikorupsi dapat disampaikan dengan cara yang menyenangkan, bermakna, dan berdampak. (*/)