Oleh: Andi Muh Daffa Rizqullah F
Mahasiswa Unhas
Tindak pidana korupsi merupakan masalah serius yang terus menggerogoti sistem pemerintahan, termasuk di tingkat daerah. Di Provinsi Sulawesi Selatan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mencatat telah menangani sebanyak 128 kasus tindak pidana korupsi sepanjang tahun 2024, dengan total kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp91.264.102.116. Angka ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi tantangan besar dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Dampak dari praktik korupsi tidak hanya menyebabkan kerugian finansial bagi negara dan daerah, tetapi juga menghambat pembangunan, menurunkan kualitas pelayanan publik, serta mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan. Di tingkat lokal, berbagai kasus korupsi yang melibatkan oknum pejabat daerah menunjukkan bahwa sistem pengawasan masih lemah dan partisipasi masyarakat dalam pencegahan serta pemberantasan korupsi belum optimal.
Padahal, partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci penting dalam mencegah tindak pidana korupsi. Masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk mengawasi jalannya penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini ditegaskan dalam beberapa regulasi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 354, yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang memberikan hak kepada masyarakat untuk memperoleh informasi secara transparan dari badan publik, sehingga dapat mempersempit ruang gerak bagi pelaku korupsi.
Sayangnya, pemahaman masyarakat terkait peran dan mekanisme pengawasan terhadap penggunaan anggaran negara dan daerah masih tergolong rendah. Kurangnya literasi hukum dan informasi menyebabkan pelaku korupsi dapat leluasa melakukan aksinya tanpa pengawasan yang efektif dari masyarakat.
Oleh karena itu, masyarakat perlu didorong untuk lebih aktif melakukan pengawasan terhadap pemerintah maupun instansi yang menggunakan dana dari APBN dan APBD. Jika dalam proses pengawasan ditemukan adanya indikasi tindak pidana korupsi, masyarakat berhak dan dianjurkan untuk melaporkan hal tersebut kepada aparat penegak hukum, salah satunya kejaksaan tinggi sulawesi selatan
Mekanisme pelaporan oleh masyarakat sangat mudah dan bersifat terbuka. Laporan dapat dibuat secara tertulis, berisi uraian singkat mengenai dugaan korupsi yang terjadi, serta dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan melalui beberapa kanal berikut:
Surat resmi yang dikirim ke kantor Kejaksaan;
Pesan langsung (Direct Message) ke akun Instagram @kejati_sulsel;
Aplikasi WhatsApp PTSP Kejati Sulsel; atau melalui situs resmi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan:
https://kejati-sulawesiselatan.kejaksaan.go.id/contact-us.
Perlu diketahui bahwa setiap laporan dari masyarakat dijamin kerahasiaannya. Identitas dan informasi pelapor akan dilindungi oleh pihak kejaksaan untuk mencegah adanya intimidasi, ancaman, atau bentuk pembalasan lainnya.
Melalui penguatan peran serta masyarakat dalam pengawasan, diharapkan terbentuk budaya antikorupsi yang kuat di lingkungan pemerintahan daerah. Peran masyarakat tidak hanya penting untuk mendeteksi, tetapi juga untuk membangun kesadaran kolektif akan pentingnya integritas dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan. (*/)