Usianya diperkirakan antara 1,1 sampai 1,5 juta tahun yang lalu. Ini adalah jejak tertua yang ditemukan di Wallacea, yang diduga menjadi titik awal sebaran manusia di Pulau Sulawesi.
WIDYAWAN SETIADI
Situs Calio, Lembah Walanae
Para arkeolog menemukan artefak prasejarah, di Kawasan Situs Calio, Lembah Walanae, Kecamatan Lilirilau, Kabupaten Soppeng. Ini penemuan penting, sebab menjadi artefak tertua di Wallacea.
Artefak yang ditemukan adalah alat batu. Seperti benda tajam yang digunakan untuk berburu atau memotong benda tertentu. usianya diperkirakan 1,1 sampai 1,5 juta tahun lalu. Ditemukan dalam balutan batu pasir yang mengendap jutaan tahun.
Lokasinya di perkebunan jagung milik warga. Tetapi tanahnya milik Pemerintah Kabupaten Soppeng. Di sana, ada lubang bekas galian, dalamnya sekitar satu meter dengan dimensi lebar sekitar dua meter. Semuanya batu pasir, namun permukaannya dibalut tanah.
Arkeolog asal Griffith University Australia, Prof Adam Brumm menyampaikan, temuan ini spektakuler. Sebab kata dia, temuan tertua pertama di Sulawesi ada di Situs Tilipo, sekitar 200 ribu tahun yang lalu.
“Ada temuan spektakuler di sini, di Calio. Sebelum hari ini, cuma ada temuan paling tua di Sulawesi, di Situs Tilipo. Di sana ada situs alat batu yang umurnya 200 ribu tahun yang lalu. Itu publikasi pada tahun 2016. Karena temuan Pak Budi dan tim dari Unhas, Museum Geologi Bandung, BRIN, berkolaborasi dengan Griffith institusi saya, sekarang ada temuan yang sangat penting untuk sejarah manusia,” buka dia.
Kata dia, penemuan ini berlaku untuk semua, karena ini berkaitan dengan spesies kita (manusia). Sehingga, hal ini bukan cuma penting untuk budaya Indonesia dan Sulsel saja, tetapi budaya semua negara dunia, dan itu ada di dalam distrik Soppeng.
“Sekarang di Calio ada beberapa alat batu yang dari informasi geologi umurnya di atas 1 juta tahun. Tidak ada situs yang lebih tua dari pada itu di semua daerah Wallacea,” jelasnya.
Namun begitu, masih ada hal misterius, siapa sebenarnya manusia yang membuat alat batu tersebut satu juta tahun yang lalu. Namun begitu, dia menduga manusia purba yang ada di Calio bermigrasi dari Pulau Jawa melalui Kalimantan.
”Kalau menurut pendapat saya, itu spesies Petocantropus Homorectus yang familiar dari Jawa. Kalau Homorectus dari Jawa yang ke Sulawesi, kemungkinan lewat Kalimantan, tidak langsung dari Jawa. Itu penting, karena belum ada bukti alat batu atau fosil manusia yang lebih tua dari 50 ribu tahun di sana,” kata dia.
Hal inilah yang akan terus ditelusuri, sebab belum ada fosil manusia yang membuat alat batu tersebut. ”Kami peneliti sangat penting bantuan Bupati. Pasti akan bagus untuk ekonomi di sini, nanti ada wisatawan yang datang ke sini untuk melihat situs-situs di sini. Saya sudah melihat itu di Maros dengan lukisan yang paling tua, ada banyak orang yang mau datang,” imbuhnya.
Arkeolog Unhas, Budianto Hakim menyampaikan, pada saat pembuatan jalan dari Soppeng menuju Bone beberapa waktu lampau, sudah adanya fosil gajah untuk pertama kalinya. Itulah mengapa para peneliti dari luar negeri beramai-ramai masuk ke Soppeng untuk melakukan penelitian.
Sebab menurutnya, Soppeng menjadi satu lokus yang pernah dihadiri manusia purba. Namun kata dia, para peneliti sebelum mereka, sudah mengumpulkan ribuan perkakas purba. Hanya saja, mereka tidak menemukan pengikatnya, sebab semuanya lepas dari konteksnya.
”Setelah kami intens penelitian di Soppeng sejak tahun 2000, banti 2019 baru kami temukan ini. Karena kami mulai kolaborasi dengan melibatkan paleontologi, geolog, macam-macam peneliti baik dari luar maupun dalam negeri. Baru kita temukan lapisan batu pasir sangat keras. Itu bekas muara sungai yang bertemu dengan laut pada masa lalu,” terangnya.
Namun karena proses geologi, akhirnya laguna tersebut terangkat ke permukaan. Itu adalah lapisan yang menjadi penanda ketika pertama kali manusia purba menginjakkan kaki di Lembah Walanae.
Dia juga menyampaikan, hal yang membuat mereka bertekad melakukan penelitian di sana adalah adanya teori lama, yang menyatakan bahwa manusia purba yang bermigrasi dari Afrika 1,8 juta tahun lalu, hanya sampai di Pulau Jawa.
Sebab kata dia, Indonesia ini terbagi tiga. Masing-masing Sundaland, Wallacea, dan Sahulland. Teori lama menyatakan, manusia purba menemukan jalan buntu di Jawa dan tidak mampu menyeberangi Wallacea (Maluku, Nusa Tenggara, dan Sulawesi).
Menurutnya, Wallacea dilingkupi laut dalam. Teori lama menyebutkan bahwa manusia purba tidak mampu menyeberangi laut dalam. Namun kemudian para peneliti baru menemukan bahwa di FLores ada kehidupan 700 ribu bahkan satu juta tahun lalu, kemudian di Filipina 709 ribu tahun lalu.
”Saya berpikir Sulawesi ini pulau terbesar di Wallacea, tentu saja ada potensi yang jauh lebih besar dari Flores dan Filipina. Oleh sebab itu, kami intens penelitian. Dengan penuh kesabaran, tahun 2019 baru kami dapat lapisan bahwa manusia purba ada di Lembah Walanae. Itulah alasannya kami melakukan penelitian di sana,” terangnya.
Dia juga menyampaikan, selama ini manusia purba dianggap sederhana cara berpikirnya. Namun ternyata sudah memiliki kemampuan navigasi yang bagus untuk menyeberangi laut, meskipun masih sangat dasar.
”Mungkin batang pohon yang dirakit, karena mereka tidak punya kemampuan berenang ribuan kilo meter. Tentu mereka punya pengetahuan navigasi yang bagus. Itulah kenapa sampai ke Sulawesi,” jelasnya.
Prof Budi juga menyampaikan, tidak banyak negara di dunia ini yang memiliki temuan seperti di Lembah Walanae. Itu sebabnya, masyarakat Soppeng patut bersyukur, karena hal ini anugerah untuk Kota Kalong. Ini merupakan peradaban manusia tertua di Wallacea, dan jelas menempatkan Soppeng sebagai daerah yang punya sejarah panjang.
”Jadi patut kita syukuri. Kami berharap ada pengembangan yang lebih penuh perhatian untuk pengembangan seperti di Sangiran. Karena kurang lebih apa yang ada di Lembah Walanae ini sama dengan di Sangiran,” terangnya.
Dia menyampaikan, penelitian harus terus dilanjutkan. Sebab belum diketahui siapa orang yang membuat alat batu di Lembah Walanae tersebut, apakah manusia purba yang sama dengan di FLores dan FIlipina, atau berbeda.
”Jadi kami akan terus menggali di Lembah Walanae, terus melakukan penelitian untuk menemukan siapa manusianya. Kami mohon izin ke Pak Bupati, karena halaman itu terus kami pakai. Kalau kami terus menggali, tidak menutup kemungkinan satu sampai dua tahun ke depan kami akan menemukan siapa manusia yang ada di sana,” tuturnya.
Prof Budi menegaskan, penelitian yang mereka lakukan dipastikan tidak sampai pada publikasi ini saja. Tim akan terus menggali sampai kami menemukan manusia yang ada di lokasi tersebut. ”Artinya, tidak menutup kemungkinan di sinilah awal persebaran manusia di Sulawesi,” tuturnya. (*/)