FAJAR, MAKASSAR — Maraknya pengibaran bendera One Piece menjelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI menimbulkan perdebatan publik. Di balik gambarnya yang identik dengan tengkorak dan tulang bersilang, mengundang beragam tanggapan. Berikut ini komentar psikolog UNM terkait hal tersebut.
Fenomena ini, menurut psikolog politik Universitas Negeri Makassar (UNM), Muhammad Daud, mencerminkan semakin kuatnya keinginan masyarakat untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Terutama atas kondisi politik, ekonomi, dan sosial.
“Bendera One Piece di Indonesia hari ini telah bergeser maknanya. Ia bukan sekadar simbol bajak laut dalam anime, tetapi menjadi bentuk protes diam terhadap kemiskinan, korupsi, dan ketidakadilan,” ungkap Daud yang juga menjabat sebagai Direktur Development Centre UNM.
Dosen Psikologi UNM tersebut menjelaskan, sebagian masyarakat yang mengibarkan bendera tersebut tidak bermaksud menyerang pemerintah secara langsung. Namun tindakan itu menunjukkan keresahan yang tidak lagi bisa dibendung.
“Ini lebih ke suara yang ingin didengar. Rakyat menyampaikan pesan bahwa ada ketidakberesan yang mereka rasakan, dan mereka berharap adanya perubahan nyata,” tambah Daud.
Dia mengingatkan, fenomena seperti ini seharusnya menjadi refleksi bagi para pengambil kebijakan. “Bukan persoalan benderanya, tetapi apa yang melatarbelakangi orang mau mengibarkannya. Di situ letak persoalan yang sesungguhnya,” ungkapnya.
Salah satu pengibar bendera, Arfin, juga mengungkapkan hal senada. Baginya, tindakan itu adalah bentuk kekecewaan terhadap arah pembangunan dan kepemimpinan saat ini. Sekaligus harapan untuk Indonesia yang lebih adil dan berpihak pada rakyat kecil.