FAJAR, MAKASSAR – Semangat toleransi tak boleh berhenti di ruang-ruang ibadah atau pidato para pemimpin. Ia harus tumbuh, hidup, dan bergerak—terutama di tangan para kawula muda. Itulah pesan kuat yang kembali mengemuka dalam dialog lintas agama yang digelar di Aula Keuskupan Agung Makassar, Kamis (31/7/2025) petang.
Dialog ini menjadi bagian dari gaung Deklarasi Istiqlal, yang dicanangkan 5 September 2024 lalu. Sebuah komitmen moral lintas agama yang memuat dua pesan penting: penghapusan kekerasan atas nama agama dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Jejak toleransi tokoh agama nasional Prof. Nasaruddin Umar di Makassar, termasuk kedekatannya dengan Keuskupan Agung, menjadi salah satu latar lahirnya semangat ini. Pesan-pesannya tentang kehidupan yang damai dan penuh penghargaan terhadap perbedaan terus bergema.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulsel, Ali Yafid, menekankan pentingnya poin pertama dalam Deklarasi Istiqlal: meredam ego sektarian dan menolak segala bentuk kekerasan yang mengatasnamakan agama.
“Ini penting. Generasi muda harus didorong menjadi ujung tombak dalam menjaga kedamaian, karena masa depan kehidupan berbangsa ada di tangan mereka,” ujarnya dalam dialog yang juga diinisiasi oleh Pemuda Katolik Makassar.
Ia menambahkan, semangat toleransi harus dibarengi dengan kesadaran menjaga lingkungan hidup. Pasalnya, kerusakan alam yang terjadi saat ini sering kali menjadi pemicu bencana dan konflik sosial.
“Menebang pohon sembarangan, mencemari sungai, itu bukan hanya urusan lingkungan, tapi juga urusan moralitas,” tegasnya.