Selain memanfaatkan anggaran daerah, solusi lain yang dapat diterapkan adalah mengambil model sekolah Satap. Satap bisa diterapkan mulai dari tingkat SMA hingga TK/PAUD sekalipun.
Ia menyadari tidak semua daerah punya sekolah tingkat TK/PAUD. Bahkan, SMA negeri sekalipun. Terlebih dahulu harus ada pendataan usia sekolah di setiap tingkatan sebagai pertimbangan apakah harus membangun gedung sekolah baru atau menerapkan Satap.
Bisa juga ada sekolah induk dengan mekanisme belajar virtual. Sehingga, keberadaan fisik sekolah bukan lagi hambatan untuk mencapai wajib belajar 13 tahun.
“Artinya harus memperhitungkan berapa anak sekolah usia PAUD, dan berapa yang harus disiapkan sekolah-sekolah yang harus menampung mereka untuk bersekolah. Karena ini kan sudah wajib, mereka harus bersekolah satu tahun. Dan potensi ini kan bisa dikolaborasikan,” tukasnya. (uca)
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menjelaskan perluasan PIP ke jenjang PAUD jadi salah satu upaya mendukung tercapainya program tersebut. Saat ini, PIP dialokasikan kepada 18,7 juta penerima, mulai jenjang SD hingga SMA.
“Kalau tahun ini sepertinya belum ya. Mungkin nanti tahun depan kita usahakan supaya bisa mulai,” ujarnya usai menghadiri acara Jalan Sehat Indonesia di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Jawa Barat, Minggu, 27 Juli.
Lebih lanjut Mu’ti mengungkapkan, pada prinsipnya PIP harus dinikmati anak-anak dari keluarga tidak mampu. Tidak ada dikotomi apakah anak tersebut bersekolah di satuan pendidikan negeri maupun swasta.
