Sebagai warga lokal, Zaenab tahu betul bagaimana daerah ini terus diterpa bencana kebakaran. Terus terjadi sejak tahun 2012-2022. Kadang, tiga sampai empat kali terjadi. “Syukur Alhamdulillah sekarang tidak ada lagi,” ungkapnya.
Sejak kebun nanas ini ada, Mudjiharjo bersama empat rekannya Rafael, Sisilia, Mardiana, Wai (Perempuan) yang banyak berjasa. Kelima pekerja yang tak lama lagi masuk usia lansia ini bekerja setiap pukul 07.00 WITA.
Mereka setiap harinya membersihkan rumput ilalang di area pohon nanas. “Alhamdulillah pak dapat gaji Rp 1,5 juta per tiga bulan. Kerjanya cuman empat jam. Pulang jam 11 siang,” kata Mudji.
Mudji masih bujang. Dia 8 orang bersaudara. Ibu dan ayahnya sudah tiada. “Saya tidak mengharapkan apa-apa dari saudara saya. Cukup datang jengung saja. Itu sudah cukup,” ungkap Muji mengalihkan pandangannya ke hamparan kebun nanas. Matanya sudah berkaca-kaca.
Muji menunjuk tandon air. Dia bilang, tandon ini baru ada berkat bantuan PT Vale. “Dulu tidak ada air. Jadi ini tanaman dibiarkan saja. Nanti sekarang baru ada. Penyiramannya kalau musim panas (kemarau). Harus malam disiram. Tidak boleh siang. Dan itu dilakukan tiga kali dalam sepekan,” ungkap Muji.
Kelompok pengelola nanas jadi produk cukup sibuk. Musdalifah, Gilda, Fatma, Hasna, Mariani, Rina banyak pelanggan. Produknya diborong semua.
“Ponda’ta asalnya dari kami. Ponda itu nanas ta itu kita. Bisa juga dibilang ta itu Tabarano. Nanas kita atau Nanas Tabarano,” kata Gilda.