FAJAR, MAKASSAR — PSM Makassar selalu punya tradisi kuat dalam mencetak kiper berkualitas. Dari masa ke masa, pos penjaga gawang diisi oleh putra daerah yang tak hanya punya talenta, tapi juga keberanian untuk berdiri paling belakang dan menjadi benteng terakhir Pasukan Ramang.
Dimulai dari sosok legendaris Ansar Abdullah, kiper era perserikatan yang menyaksikan langsung transisi ke Liga Indonesia. Ia menjadi saksi masa keemasan awal PSM, sekaligus rekan dari para pemain asing pertama di klub seperti Luciano Leandro dan Carlos de Mello. Ansar bukan sekadar kiper, tapi simbol awal kemajuan klub tertua di Indonesia itu.
Regenerasi pun berjalan. Mukti Ali Raja muncul, meski lebih dikenal sebagai kiper Persija, namun darah Jeneponto-nya menautkan dia pada cerita panjang PSM. Lalu ada Budiman Buswir, yang sempat jadi bagian penting skuad PSM dalam beberapa musim.
Namun tak bisa dimungkiri, nama Syamsidar menjadi puncak pencapaian generasi itu. Ikonik dan tangguh. Ia tak hanya menjadi tembok kokoh PSM, tapi juga pilihan utama Timnas Indonesia. Di tangannya, nama PSM dan Sulawesi Selatan bergaung di kancah nasional.
Setelah Syamsidar, regenerasi seakan terhenti. Butuh lebih dari satu dekade untuk kembali melahirkan kiper lokal dengan kualitas top. Namun semua berubah di era Bernardo Tavares.
Pelatih asal Portugal itu bukan hanya membangun tim juara, tapi juga membuka ruang bagi talenta muda, termasuk di bawah mistar. Di sanalah muncul dua nama yang kini jadi andalan: Reza Arya Pratama dan Muhammad Ardiansyah.