English English Indonesian Indonesian
oleh

DPRD Takalar Bakal Panggil Dinas Pendidikan Terkait Maraknya Jual Beli Seragam Sekolah

Hal serupa juga terjadi di SMPN 1 Polut. Sejumlah orang tua mengaku diarahkan untuk membeli seragam di Toko Andini yang berlokasi di Jl Syamsuddin Daeng Ngerang. Nilai pembelian mencapai Rp479 ribu per siswa. “Kami khawatir anak kami diperlakukan berbeda kalau tidak beli di situ,” ungkap salah seorang orang tua siswa.

Menanggapi situasi ini, Aktivis Pemuda Takalar (APT), Aditya Chokas, mendesak pemerintah daerah agar bertindak cepat. Ia menilai, kasus ini mencoreng wajah pendidikan di bawah kepemimpinan Bupati H. Mohammad Firdaus Daeng Manye dan Wakil Bupati H. Hengky Yasin (DM-HHY), yang baru menjabat belum genap setahun.

“Ini pelanggaran serius. Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 dan PP Nomor 17 Tahun 2010 sudah jelas melarang sekolah atau guru terlibat dalam penjualan seragam. Jika dibiarkan, sekolah berubah menjadi tempat transaksi, bukan tempat mendidik,” kritik Aditya.

Bahkan, menurutnya, Ombudsman RI mengategorikan praktik seperti ini sebagai pelanggaran berat yang bisa berujung pada pencopotan kepala sekolah.

Kepala SMPN 2 Mapsu, Syahrir, menyebut bahwa pihaknya hanya menyarankan siswa untuk tampil rapi dan berseragam. “Tidak ada paksaan untuk beli dari sekolah,” katanya.

Pernyataan senada disampaikan Kepala SMPN 1 Polut, Sikati. Ia mengklaim tidak ada kewajiban membeli di toko tertentu. “Hanya kami menyarankan untuk membeli di toko Andini. Kalau ada orang tua yang mau beli sendiri atau pakai seragam bekas kakaknya, kami persilakan,” ucapnya.

Sayangnya, klarifikasi dari para kepala sekolah ini belum cukup meredakan kegelisahan orang tua siswa. Apalagi, Kepala Dinas Pendidikan Takalar, Darwis, terkesan menghindar. Saat dikonfirmasi, ia justru melempar tanggung jawab kepada Kabid GTK.

News Feed