FAJAR, BARRU— Dalam rangka memperkuat peran juru pelihara dan meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian warisan budaya Islam di kawasan pesisir Sulawesi Selatan, Departemen Arkeologi Universitas Hasanuddin (UNHAS) menggelar kegiatan pengabdian kepada masyarakat bertajuk “Pendampingan Penyusunan Panduan Pemeliharaan Cagar Budaya bagi Juru Pelihara Situs Makam Datu We Tenri Olle dan Makam La Maddusila” di Dusun Pancana, Desa Pancana, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru.

Kegiatan ini merupakan bagian dari Skema PPMU-PK (Program Pengabdian kepada Masyarakat Unhas – Program Kemitraan) yang didanai oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNHAS tahun 2025, dan dilaksanakan pada Minggu, 27 Juli 2025, mulai pukul 09.30 hingga 16.00 WITA.
Dipimpin oleh Dr. Khadijah Thahir Muda, M.Si., tim pengabdian yang terdiri dari tujuh orang dosen Departemen Arkeologi melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk juru pelihara, komunitas pemuda, sanggar budaya, serta perwakilan keluarga keturunan Datu Pancana, yaitu Ibu Andi Citta Mariogi. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Budaya UNHAS, Dr. Rosmawati, M.Si., dan Kepala Desa Pancana, Muh. Idris T.
Gagasan program ini berangkat dari hasil observasi lapangan terhadap kondisi dua situs makam Islam penting di kawasan pesisir Barru, yakni Makam Datu We Tenri Olle dan Makam La Maddusila. Kedua situs tersebut menghadapi ancaman kerusakan akibat kondisi lingkungan pesisir seperti kelembaban tinggi, abrasi, dan minimnya perlindungan fisik. Tanpa upaya konservasi yang tepat, situs-situs ini berisiko mengalami kerusakan yang lebih parah.
Sebagai garda terdepan pelestarian, para juru pelihara memegang peran penting. Namun, mereka membutuhkan peningkatan kapasitas dalam hal pengetahuan teknis dan prinsip dasar pelestarian. Karena itu, kegiatan ini difokuskan pada peningkatan kapasitas melalui edukasi langsung dan pendampingan di lapangan.
Kegiatan diawali dengan kunjungan observasi ke kedua situs untuk meninjau kondisi arkeologis dan mendengarkan pengalaman serta praktik perawatan dari para juru pelihara. Tim pengabdian lalu mempertemukan pendekatan tradisional tersebut dengan perspektif pelestarian berbasis akademik.
Tahapan selanjutnya adalah forum dialog terbuka yang melibatkan seluruh unsur masyarakat dan akademisi. Diskusi ini menghasilkan rumusan bersama Pedoman Pemeliharaan Cagar Budaya yang aplikatif dan mudah diterapkan oleh masyarakat, khususnya para juru pelihara situs.
Dokumen panduan ini menjadi salah satu hasil konkret dari kegiatan, dan diharapkan menjadi acuan berkelanjutan dalam merawat warisan budaya Islam yang memiliki nilai sejarah dan spiritual tinggi bagi masyarakat setempat.
Melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif, kegiatan ini menegaskan bahwa pelestarian warisan budaya bukan semata tanggung jawab akademisi atau pemerintah, tetapi juga menjadi tugas bersama masyarakat sebagai pemilik sejarah dan identitas budaya. (*)