FAJAR, JAKARTA – Isu dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden ketujuh Republik Indonesia, Joko Widodo, masih terus bergulir. Sejak kali pertama muncul di ruang publik, topik ini nyaris tak pernah absen dari perbincangan, baik di media arus utama maupun media sosial.
Kata kunci “ijazah palsu” kian hari kian identik dengan nama Jokowi. Di mesin pencari seperti Google, keduanya bahkan nyaris tak terpisahkan. Ketika kata “ijazah palsu” diketik, sederet tautan berita yang memuat nama Jokowi muncul di barisan teratas. Demikian pula sebaliknya, nama Jokowi kini kerap diasosiasikan dengan narasi seputar dugaan ijazah palsu.
Isu ini membentuk realitas digital tersendiri. Dalam ruang pencarian yang ditentukan algoritma, intensitas pencarian publik menciptakan asosiasi yang kuat, meski belum tentu sejalan dengan fakta hukum. Situasi ini mencerminkan bagaimana opini publik dibentuk oleh frekuensi, bukan oleh bukti.
Ironinya, tudingan ini mencuat justru ketika Jokowi telah menuntaskan masa jabatannya. Sosok yang selama dua periode memimpin Indonesia, membangun ribuan kilometer jalan dan memindahkan ibu kota negara, kini kembali menjadi pusat sorotan. Namun kali ini bukan karena kebijakan atau pencapaian, melainkan karena dua kata: ijazah palsu.
Reuni Asli Bersama Jokowi
Di tengah ramainya isu ini, reuni angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) digelar di Sleman, Yogyakarta, akhir pekan lalu. Kegiatan temu kangen tersebut menjadi menarik karena berlangsung di saat isu ijazah palsu kembali mencuat ke permukaan, bahkan dikabarkan tengah diproses oleh kepolisian.