FAJAR, MAKASSAR— Kesepakatan dagang terbaru antara Indonesia dan Amerika Serikat yang diumumkan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, memicu perdebatan di kalangan pengamat ekonomi dan pelaku usaha. Salah satu poin krusial dalam kesepakatan itu adalah kebijakan pembebasan tarif impor barang asal AS ke Indonesia, yang disebut-sebut dapat membuka jalan bagi percepatan adopsi teknologi dan penguatan sektor energi.
Ekonom Universitas Negeri Makassar (UNM), Sahade, menilai kebijakan ini berpotensi memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia. Menurutnya, dengan tarif masuk 0 persen, harga produk-produk asal AS khususnya di sektor energi dan teknologi berpotensi menjadi lebih terjangkau.
“Ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat dan mempercepat transfer pengetahuan, terutama dalam akses terhadap perangkat elektronik dan alat-alat pendidikan teknologi tinggi,” kata Sahade, Minggu, 26 Juli.
Ia menjelaskan, selama ini tingginya harga barang teknologi membuat akses masyarakat terbatas. Dengan adanya pembebasan tarif, anak-anak muda Indonesia berkesempatan lebih besar untuk mempelajari dan menggunakan teknologi terbaru dari AS.
Selain itu, Sahade juga menyoroti pentingnya aspek ketahanan pangan dalam kesepakatan tersebut. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara pengimpor gandum terbesar, dan AS merupakan salah satu mitra dagang utama di sektor pertanian.
“Kalau impor pertanian dari AS dilonggarkan, maka harga kebutuhan pokok berbasis gandum seperti tepung terigu bisa lebih stabil, bahkan berpotensi menurun,” ujar Sahade.