“Ada beberapa lokasi yang kita survei. Akhirnya disepakati lokasi rumah produksi kita di Desa Nelayan Untia,” jelas alumni Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) angkatan 2012 ini.
Dengan tekad yang kuat, Rappo pun lahir pada 20 Juni 2020. Usaha sosial tersebut tentu saja tidak langsung sukses. Meski demikian, rintangan demi rintangan dapat dilaluinya. Seiring waktu, usahanya itu mulai berjalan dengan baik dan kini Rappo terus berkiprah di nusantara.
Bukan hanya masyarakat pesisir di Untia, Akmal juga membuat pelatihan bagi kaum disabilitas. Mereka belajar menjahit dan belajar membangun usaha sendiri. Menariknya, sudah ada beberapa dari mereka yang sukses berbisnis berkat ikut pelatihan. Itu sangat disyukuri oleh Akmal. Hingga kini, Rappo masih rutin menggelar pelatihan untuk masyarakat prasejahtera.
Meski nama Rappo sudah dikenal di tingkat nasional, Akmal dan timnya tidak berhenti membangun kolaborasi, jejaring, dan berinovasi. Bahkan bukan hanya sampah kantong plastik yang didaur ulang. Kini Rappo sedang mengembangkan produk furniture berbahan tutup botol plastik. Seperti meja dan kursi. Untuk saat ini, ada beberapa kafe yang telah menggunakan produk Rappo itu.
“Kita ingin orang bicara sampah, langsung ingat Rappo. Rappo adalah sebuah lifestyle. Gaya hidup untuk keberlanjutan bumi di masa depan. Kami tak semata mengejar profit. Harus ada edukasi yang terus dilakukan untuk tiap generasi. Tentang pentingnya menjaga lingkungan, dan bergerak meningkatkan kehidupan masyarakat prasejahtera,” urai pria yang juga berprofesi sebagai news anchor ini.