MAKASSAR, FAJAR–PSI diidentikkan dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Nama besarnya dianggap bukan jaminan untuk berkembang di Sulsel.
Analis politik Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Syahrir Karim melihat bahwa PSI masih harus bekerja lebih keras untuk bisa mengejar dominasi partai-partai lama.
“PSI harus memperkuat infrastruktur politiknya. Mesin partai harus benar-benar aktif untuk bisa menarik simpati dan kepercayaan pemilih,” ujar Syahrir, kemarin.
Meski PSI kini kerap diasosiasikan dengan figur Jokowi, hal itu belum menjadi jaminan kesuksesan partai ke depan. Ketergantungan berlebihan terhadap satu tokoh justru bisa menjadi kelemahan jika tidak diimbangi dengan kerja politik nyata.
“PSI memang identik dengan pengaruh Jokowi saat ini, tapi itu belum tentu jadi garansi kuat. Apalagi Jokowi sendiri sedang berada di bawah tekanan dan sorotan publik,” jelasnya.
Sebagai partai yang identik dengan segmen pemilih muda, Syahrir menilai PSI harus mampu mengangkat isu-isu strategis yang relevan dengan kehidupan generasi milenial dan Gen Z.
“Isu-isu yang memihak ke anak-anak muda harus dimaksimalkan, mulai dari pendidikan, lapangan kerja, hingga partisipasi politik digital. Itu bisa menjadi pintu masuk membangun kepercayaan publik,” ujarnya.
Komunikasi politik yang lebih efektif diperlukan, tidak hanya mengandalkan popularitas tokoh sentral seperti Jokowi. PSI perlu membangun relasi dengan tokoh-tokoh publik lain yang bisa menjadi jembatan kepercayaan.
“PSI harus menunjukkan bahwa mereka adalah partai yang terbuka terhadap banyak gagasan dan tokoh. Tidak boleh hanya terikat pada figur tertentu. Mereka harus menjangkau tokoh-tokoh lain yang dapat memperluas jejaring dan memperkuat kepercayaan publik,” jelasnya.