FAJAR, TORAJA – Polemik intoleransi beragama kembali mengemuka di sejumlah wilayah Indonesia. Peristiwa pembubaran ibadah, pencabutan simbol keagamaan, hingga intimidasi pembangunan rumah ibadah menegaskan bahwa kebebasan berkeyakinan masih menghadapi tantangan serius.
Menanggapi situasi tersebut, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Tana Toraja, menggelar aksi demonstrasi damai di depan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Tana Toraja, Jalan Sepon, Kota Makale, pada Rabu (23/7). Aksi tersebut berlangsung tertib dengan pengawalan dari petugas Polres Tana Toraja.
Ketua GMKI Tana Toraja Nopen Kessu, dalam orasinya menegaskan bahwa segala bentuk tindakan intoleransi harus dihentikan dan diproses hukum.
“Semua pelaku intoleransi tak seharusnya dibiarkan bebas berkeliaran. Negara harus hadir dan tegas,” tegas Nopen.
Ia juga menyoroti bahwa semua umat beragama, termasuk penganut kepercayaan, dilindungi oleh konstitusi dalam menjalankan ibadah. Baik di rumah ibadah maupun di rumah pribadi, hak tersebut harus dijamin.
“Apapun agamanya, negara wajib melindungi hak warganya untuk beribadah,” lanjutnya.
Aksi ini digelar sebagai respon atas sejumlah insiden intoleransi, termasuk pembubaran ibadah retret di Villa Cidahu, pencabutan salib gereja, hingga penolakan pembangunan gereja GPKB Depok meski telah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Namun, GMKI menyayangkan absennya Kepala Kemenag Tana Toraja dalam momen penting tersebut. Mereka mengaku kecewa, meskipun mendapat penjelasan bahwa yang bersangkutan sedang bertugas di Makassar.