FAJAR, JAKARTA –Wajahnya tak asing lagi di layar kaca dan jagat maya. Rambut gondrong, kulit legam, dan sorot mata yang tenang namun menyala oleh semangat hidup. Namanya Agam Rinjani, nama belakang yang diambil dari gunung yang telah menjadi saksi bisu atas pengabdian dan keberanian yang ia tunjukkan. Bukan sekadar pemandu, Agam adalah penjaga nurani manusia yang tersesat di belantara dan kemanusiaan.
Namanya melejit usai tragedi memilukan di Gunung Rinjani beberapa bulan lalu. Seorang pendaki asal Brasil, Juliana Marins, ditemukan tak bernyawa di dasar kawah setelah sebelumnya dinyatakan hilang. Banyak yang menyerah mencari, tapi Agam tidak. Ia memilih menembus kabut dan badai, menantang batas-batas tubuhnya sendiri. Ia memimpin pencarian hingga akhirnya menemukan jasad Juliana, dingin dan tak bernyawa, namun tak lagi sendiri.
“Waktu kami angkat tubuhnya, hujan turun deras. Seolah langit pun menangis,” ujar Agam saat memberi testimoni di hadapan ribuan kader PKB pada malam penghargaan Rising Change Maker 2025, Selasa, 22 Juli 2025.
Penghargaan itu menjadi momen bersejarah dalam hidup Agam. Untuk pertama kalinya, partai politik memberinya panggung sebagai sosok muda yang dianggap punya aksi nyata bagi sesama dan alam. Ia berdiri tegak di podium, mengenakan jaket lapangan lusuh kesayangannya. Tak banyak kata, hanya sepenggal kalimat yang mengendap di hati hadirin: “Terima kasih PKB, terima kasih Deng Ical.”
Syamsu Rizal MI, atau akrab disapa Deng Ical, adalah anggota DPR RI dari PKB yang pertama kali mengundang Agam hadir. Baginya, Agam bukan hanya pemandu, tapi inspirasi hidup. “Ia hadir ketika nyawa manusia tergantung, ketika kemanusiaan diuji,” kata Deng Ical yang juga anggota Komisi I DPR RI. “Dan yang ia lakukan bukan karena kamera, bukan karena sorotan. Tapi karena rasa.”