FAJAR, JAKARTA — Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan fiskal pemerintah yang dinilai semakin membebani masyarakat. Ia mengungkapkan adanya wacana pemajakan terhadap amplop kondangan sebagai bentuk penerimaan negara baru yang disebut-sebut muncul akibat berkurangnya pemasukan dari dividen BUMN.
Hal itu disampaikan Mufti dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri BUMN Erick Thohir serta CEO Danantara Rosan Roeslani, Rabu (23/7) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Semua sekarang dipajaki. Bahkan kami dengar dalam waktu dekat orang yang menerima amplop di kondangan atau hajatan juga akan dimintai pajak oleh pemerintah,” kata Mufti dalam forum tersebut.
Mufti menyoroti bahwa pengalihan dividen BUMN ke Danantara, entitas pengelola dana investasi negara, membuat Kementerian Keuangan kehilangan potensi pemasukan sekitar Rp90 triliun pada tahun 2025.
Akibatnya, ia menilai pemerintah kini “memutar otak” untuk mencari sumber pendapatan baru, termasuk melalui pemajakan pada sektor-sektor informal dan masyarakat umum.
“Dampaknya sangat jelas. Negara kehilangan pemasukannya. Maka lahirlah kebijakan-kebijakan yang membuat rakyat kita hari ini keringat dingin,” tegas politisi PDI Perjuangan itu.
Mufti juga mengkritik diberlakukannya Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% bagi pelaku usaha daring, termasuk UMKM di platform e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia.
“Anak-anak muda yang selama ini berjualan online sedang berpikir ulang, apakah masih layak melanjutkan usahanya dengan tekanan pajak seperti ini,” jelasnya.