English English Indonesian Indonesian
oleh

Kartel Pinjol?

Persekongkolan 97 perusahaan fintech lending dapat dikategorikan sebagai price fixing, yaitu persekongkolan dalam penetapan harga yang diatur dalam pasal 5, ayat 1 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Pada ayat 1 disebutkan bahwa: “pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama”.

Modus persekongkolan industri fintech lending yang mungkin terjadi dapat diklasifikasi menjadi tiga, yaitu: pertama, price fixing adalah kesepakatan antar pelaku usaha fintech lending untuk menetapkan harga jual produk yang sama ke pasar.

Kedua, market allocation, yaitu kesepakatan antar pelaku usaha untuk membagi-bagi wilayah pemasaran atau penjualan secara geografis sehingga mengurangi atau menghilangkan persaingan di pasar.

Ketiga, output restriction, yaitu kesepakatan antar pelaku usaha untuk secara bersama-sama pelaku usaha lain membatasi penjualan suatu produk yang menyebabkan harga menjadi naik dan pelaku usaha memperoleh keuntungan yang tidak wajar.

Dugaan persekongkolan yang merugikan konsumen dan membuat industri fintech lending tidak efisien juga didorong oleh longgarnya pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dimana, pada periode terjadinya dugaan kartel, OJK sebagai regulator memperkenalkan menkanisme self-regulatory kepada AFPI.

Langkah OJK berlawanan dengan pandangan peraih hadiah nobel ekonomi tahun 2014, Jean Tirole yang mengusulkan pentingnya regulasi yang kuat dari otoritas dalam industri yang terkonsentrasi tinggi. Dimana, terdapat beberapa perusahaan yang memiliki market power, yaitu kemampuan untuk mendikte harga di pasar.

News Feed