“Pelindo memiliki empat subholding yang fokus pada layanan yaitu peti kemas, multipurpose, marine services, dan solusi logistik. Untuk wilayah timur Indonesia, Regional 4 menjadi regional dengan cakupan geografis terluas,” sambungnya.
Dia mengatakan, sejak merger pada 2021 lalu, salah satu capaian strategis adalah digitalisasi layanan kepelabuhanan. “Kata kuncinya adalah digitalisasi. Kami telah melakukan standarisasi dan penerapan sistem operasi terminal (Terminal Operating System/TOS) yang memungkinkan efisiensi layanan bongkar muat, pengawasan real-time, serta peningkatan transparansi bagi pengguna jasa,” lanjutnya.
Menurut dia, transformasi sistem ini tidak lepas dari tantangan. Oleh sebab itu, ruang riset masih terbuka lebar. “Misalnya, bagaimana sistem mampu melakukan auto-improve saat terjadi deviasi,” ujar Abdul Azis menjawab pertanyaan salah satu dosen yang menjadi peserta workshop tersebut.
Terkait konsep smart port dan green port, dia menyampaikan bahwa beberapa pelabuhan di Regional 4 seperti Makassar, Ambon, dan Pelabuhan Ternate telah mulai mengimplementasikan elektrifikasi peralatan bongkar muat dan sistem shore connection untuk kapal. “Kami berkomitmen menuju pelabuhan yang ramah lingkungan, tapi tentu ini memerlukan keterlibatan aktif seluruh stakeholder, termasuk pelayaran,” tegasnya.
Dalam forum tersebut, Abdul Azis juga membagikan pengalaman pribadi terkait berbagai transformasi operasional, tantangan konektivitas hinterland, dan pengembangan infrastruktur pelabuhan. Dia menutup sesi dengan ajakan terbuka bagi kalangan akademisi untuk menjadikan Pelindo sebagai objek maupun mitra penelitian.