FAJAR, WASHINGTON, D.C. — Pemerintah Amerika Serikat merilis lebih dari 240 ribu dokumen terkait pembunuhan aktivis hak sipil ternama, Martin Luther King Jr. Dokumen tersebut dipublikasikan oleh Kementerian Kehakiman AS melalui Pusat Arsip Nasional pada Senin (21/7), menyusul perintah eksekutif yang ditandatangani oleh mantan Presiden Donald Trump.
Rilis dokumen ini mencakup berbagai catatan penting, mulai dari laporan-laporan Badan Investigasi Federal (FBI), hingga rincian investigasi terhadap James Earl Ray, terpidana pelaku pembunuhan MLK yang terjadi pada 4 April 1968 di Memphis, Tennessee.
FBI diketahui menyimpan dan menyusun dokumen tentang Martin Luther King sejak awal 1950-an. Dalam masa Perang Dingin, lembaga tersebut sempat mencurigai King memiliki keterkaitan dengan gerakan komunisme. Bahkan, FBI secara aktif menyadap percakapan telepon King, serta memantau aktivitasnya dengan pengawasan yang sangat intens.
Beberapa tahun terakhir, FBI mengakui bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk “penyalahgunaan wewenang resmi.” Direktur FBI saat itu, J. Edgar Hoover, disebut secara pribadi mengarahkan pengawasan terhadap King dalam rangka membungkam pengaruhnya sebagai tokoh gerakan hak-hak sipil Afrika-Amerika.
Menanggapi pembukaan dokumen ini, pihak keluarga Martin Luther King Jr. menyampaikan harapannya agar masyarakat memperlakukan informasi yang terkandung dalam dokumen tersebut dengan empati dan hormat terhadap keluarga korban.
“Kini, lebih dari sebelumnya, kita harus menghormati pengorbanannya dengan komitmen untuk mewujudkan mimpinyasebuah masyarakat yang dibangun atas dasar kasih sayang, persatuan, dan kesetaraan,” ujar keluarga MLK dalam pernyataan resmi yang dikutip Reuters dari CNN.