FAJAR, MAKASSAR — Film Doti hadir sebagai suguhan horor mistik yang sarat akan pesan moral dan kearifan lokal.
Disutradarai oleh Bayu Pamungkas dan diproduseri oleh Yeheskiel Amir, film ini mengambil latar budaya masyarakat Sulawesi, khususnya di Desa Jonjo, Kecamatan Parigi, Kabupaten Gowa.
Dengan balutan cerita yang kuat dan nuansa mistik yang kental, Doti mencoba menyampaikan bahwa kejahatan berbasis ilmu hitam pada akhirnya akan kalah oleh kekuatan spiritual yang benar.
Film tersebut menggelar gala premiers dan nonton bareng pemain di XXI Mal Panakukang, Senin, 21 Juli. Tayang perdana, pada Kamis, 24 Juli.
Produser Film Doti, Yeheskiel Amir menjelaskan bahwa pemilihan judul dan genre horor bukan tanpa alasan. Istilah Doti sudah sangat membudaya di tengah masyarakat.
Bukan dalam konteks budaya yang harus dilestarikan, tetapi karena keberadaannya sudah mengakar dalam cara pandang sebagian masyarakat saat menghadapi masalah.
“Misalnya, ketika terjadi suatu masalah, sering kali orang-orang langsung mengaitkannya dengan Doti,” ungkapnya.
Kata Yeheskiel, melalui film ini, para sineas ingin mengubah paradigma itu. Doti hadir bukan untuk menakut-nakuti semata, tetapi sebagai ajakan agar masyarakat kembali kepada nilai-nilai spiritual.
“Kami ingin menyampaikan pesan moral bahwa ilmu Tuhan jauh lebih besar dan lebih kuat dari apa pun yang berbau Doti,” tegasnya.
Proses syuting dilakukan langsung di Desa Jonjo tanpa menyamarkan nama tempat. Lokasi yang masih alami dianggap sangat mendukung untuk menggambarkan latar waktu tahun 1999.