Oleh Aswar Hasan
Kebanyakan manusia terpenjara dalam kehidupannya, tapi tidak menyadarinya. Banyak manusia yang masih hidup dalam “penjara” – bukan dalam arti fisik, melainkan penjara mental, sosial, dan spiritual yang tak terlihat. Cendekiawan Muslim revolusioner asal Iran, Dr. Ali Syariati, yang dikenal sebagai Rausangfikr, adalah sosok intelektual organik dan spiritual, yang berpikir bukan demi dirinya, tapi demi umat yang menolak untuk diam dalam ketidakadilan. Rausangfikr adalah jalan berat, tapi mulia — jalan para nabi.
Ali Syariati menjelaskan empat jenis penjara yang membelenggu manusia dan menjauhkannya dari kebebasan sejati.
PENJARA PERTAMA, adalah penjara alam (nature). Ini adalah batasan kodrati manusia sebagai makhluk biologis. Rasa lapar, sakit, usia, bahkan kematian adalah bagian dari takdir manusia yang tidak bisa dihindari. Namun menurut Syariati, yang menjadi masalah bukanlah keterbatasan ini, melainkan ketika manusia menjadikan hidupnya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Jika manusia hanya hidup untuk makan, tidur, dan mempertahankan diri, maka derajatnya tak ubahnya binatang. Padahal, manusia dibekali akal dan jiwa untuk melampaui naluri dan mengejar tujuan spiritual.
PENJARA KEDUA, adalah penjara sejarah, yakni belenggu masa lalu yang diwariskan berupa mitos, budaya lama, dan sistem sosial yang sudah mapan. Banyak orang hidup dengan keyakinan yang tidak pernah mereka pertanyakan, hanya karena itu telah diajarkan secara turun-temurun. Syariati menyoroti bahwa sejarah tidak selalu layak diwarisi begitu saja. Ia bisa menjadi alat penindasan jika manusia menolak berpikir kritis. Maka, kesadaran terhadap tanggung jawab sejarah menjadi penting agar manusia tidak menjadi robot pewaris masa lalu, melainkan agen perubahan yang sadar dan merdeka.
PENJARA KETIGA, adalah penjara masyarakat, yaitu tekanan norma, adat, sistem ekonomi, dan opini publik. Dalam masyarakat modern sekalipun, manusia sering tidak bisa menjadi dirinya sendiri karena takut dikucilkan atau dicemooh. Kita melihat bagaimana orang sering pura-pura setuju, menahan kebenaran, atau membungkam hati nurani demi kenyamanan sosial. Syariati menyerukan agar manusia berani keluar dari kungkungan ini dan memilih menjadi pribadi autentik yang berpihak pada kebenaran, meskipun tak populer.
PENJARA KEEMPAT, Adalah yang paling dalam dan rumit, adalah penjara ego. Di dalamnya terjadi perang batin antara nafsu dan hati nurani, antara ambisi pribadi dan nilai-nilai ketuhanan. Manusia bisa saja bebas dari alam, sejarah, dan masyarakat, namun tetap menjadi budak egonya sendiri. Inilah penjara yang paling sulit dibobol. Syariati menyebutkan bahwa perjuangan melawan diri sendiri (jihad al-nafs) adalah inti dari kebebasan sejati. Tanpa mengalahkan keakuan yang menyesatkan, manusia akan terus terperangkap dalam kesesatan pilihan hidup.
DR. Ali Syariati mengajak kita bertanya ulang; dari keempat penjara itu, di penjara mana kita kini sedang terkurung? Sebab, sebagaimana Syariati tegaskan, hanya manusia yang sadar dan berjuang keluar dari penjara-penjara inilah yang layak disebut makhluk merdeka. Apakah anda sudah merdeka dari penjara itu? Wallahu a’lam bisawwabe.