Kemudian, eksaserbasi penyakit kronis seperti asma dan PPOK (penyakit paru obstruktif kronik).
Peningkatan tekanan darah yang berisiko pada penderita hipertensi dan penyakit jantung juga bisa terjadi.
Begitu juga gangguan tidur dan hipotermia ringan, terutama pada bayi dan lansia.
“Perubahan suhu yang ekstrem memicu stres fisiologis pada tubuh. Bagi penderita penyakit kronis, hal ini bisa menjadi pencetus kekambuhan,” ujarnya.
Sebagai bentuk kewaspadaan, Dokter Koboi menyarankan agar masyarakat melakukan langkah-langkah preventif untuk menjaga kesehatan selama periode bediding. Di antaranya dengan menggunakan pakaian hangat dan selimut tebal saat malam hari.
Saran lainnya, mengonsumsi makanan dan minuman hangat serta bergizi untuk menjaga imunitas, meningkatkan asupan cairan guna menghindari dehidrasi akibat udara kering, serta menghindari aktivitas fisik berat pada pagi hari, khususnya bagi penderita hipertensi dan jantung.
Selain itu, perlu segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala batuk, demam, atau sesak napas yang berkelanjutan.
Ia juga mengingatkan bahwa edukasi masyarakat mengenai fenomena ini perlu terus ditingkatkan melalui berbagai kanal informasi, termasuk media massa, media sosial, dan fasilitas pelayanan kesehatan.
“Bediding bukan sekadar ‘dingin biasa’. Ini fenomena alam yang nyata dan punya implikasi medis. Dengan edukasi dan kesiapsiagaan, kita dapat mengantisipasi dampaknya secara bijak,” tutup dr. Wachyudi. (amr)